Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat melontarkan pertanyaan kepada publik apakah setuju jika harga BBM subsidi dinaikkan seperti pertalite. Hal itu disampaikan, dengan membandingkan harga pertalite di negara lain, seperti Singapura, Thailand, dan Jerman.
Menanggapi hal itu, menurut Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad harga BBM pertalite jangan dinaikan untuk sekarang ini. Ia menilai, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih sanggung untuk membiayai subsidi BBM.
"Pemerintah sudah menyediakan anggaran subsidinya. Maka berarti kan untuk disediakan menahan untuk tidak naik. Walaupun itu hanya sementara, kita gunakan itu dulu gitu semaksimal mungkin. Jadi jangan dinaikkan untuk sementara dulu, biarlah APBN bekerja," tuturnya, kepada detikcom, Kamis (7/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tauhid juga mengungkap sejumlah risiko jika harga BBM subsidi dinaikan. Pertama, akan meningkatkan tingkat inflasi. "Saat ini sudah kena kenaikan inflasi menjadi 4,35% artinya sekarang dinaikan harga pertalite tentu saja inflasi akan tinggi," lanjutnya.
Kemudian, jika inflasi naik maka pertumbuhan ekonomi negara juga disebut akan melambat. "Kalau inflasi naik, stagflasi juga tumbuh, tetapi kan pemerintah masih punya uang.," bebernya.
Ia menyarankan, jika memang perlu dinaikan makanya harus bertahap. Selain itu, bisa juga dengan mengubah skema subsidi untuk BBM ini.
"Bertahap di sini, juga harus melihat kemampuan masyarakat untuk membeli, kalau naik berapa yang bisa diadopsi. Nggak bisa langsung sleg naik wah itu dampaknya ke inflasi besar sekali, dampak di inflasi. Jangan mentang-mentang negara lain lebih tinggi," ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan juga mengatakan hal yang senada yakni belum perlu jika harga BBM subsidi dinaikan.
"Itu nggak perlu pertalite dinaikan, apapun itu BBM subsidi itu perlu dipertahankan. Sekarang ini bahwa pemerintah itu ruang fiskalnya sangat besar, sampai dengan Mei masih surplus APBN jadi penerimaan melonjak tajam. Jadi tidak alasan fiskal itu berat," ungkapnya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.