Anak Usaha Pertamina Bilang Sudah Tagih Utang AKT yang Diduga Korupsi

Anak Usaha Pertamina Bilang Sudah Tagih Utang AKT yang Diduga Korupsi

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 25 Agu 2022 18:36 WIB
Sejumlah kendaraan mengantre di SPBU Bengkulu, Minggu (10/4/2022). Menteri ESDM Arifin Tasrif memastikan tidak ada lagi kelangkaan dan antrean panjang kendaraan, yang akan mengisi BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

PT Pertamina Patra Niaga (PNN) kini tengah diterpa kabar tak sedap. Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) ini terlibat kasus dugaan korupsi menyangkut perjanjian jual beli BBM nontunai yang melibatkannya dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT).

Saat ini, Bareskrim Polri tengah mengusut kasus yang terjadi pada rentang tahun 2009 sampai dengan 2012 lalu, dan diduga menyebabkan kerugian negara hingga capai Rp 451,6 miliar. Sementara, perjanjian jual beli antara kedua perusahaan ditandatangani oleh Direktur Pemasaran PT PPN dan Direktur PT AKT pada masa itu.

Menanggapi perkara kasus ini, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting membenarkan adanya perkara piutang macet di mana AKT tidak melaksanakan kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sejak 2012.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Betul terjadi piutang macet PT AKT yang timbul dari pelaksanaan perjanjian jual beli BBM Industri tahun 2009-2012. AKT tidak melaksanakan kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sejak 2012," ujar Irto kepada detikcom, Kamis (25/8/2022).

Lebih lanjut, Irto menjelaskan pihaknya telah melakukan langkah-langkah untuk proses penagihan piutang tersebut namun tidak pernah terbayar. Alhasil, pada 2016, AKT mengajukan penundaan pembayaran utang.

ADVERTISEMENT

"PT AKT mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan diputuskan homologasi April 2016, dimana AKT sepakat membayar hutang ke PPN mulai tahun 2019. Namun sampai saat ini tidak pernah dibayarkan," jelasnya.

Bahkan, ia menambahkan, pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya penagihan hingga terakhir di bulan Mei 2022 lalu. Namun hingga saat ini, perkara tersebut masih belum terselesaikan.

"PPN telah melakukan penagihan realisasi pembayaran hutang berkali-kali, bahkan terakhir di Mei dan Juni 2022," ungkap Irto.

"Pada dasarnya PPN patuh pada seluruh keputusan hukum dan sedang terus melakukan upaya untuk mendapatkan pembayaran dari AKT," tambahnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Sebagai tambahan informasi, Dari transaksi tersebut ada dugaan kerugian negara mencapai Rp 451,66 miliar yang timbul lantaran PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak 14 Januari 2011 hingga 31 Juli 2012.

Sementara untuk isi perjanjiannya, pada periode pertama kontrak, PT PPN menyepakati transaksi sebesar 1.500 kiloliter (kl)/bulan. Kemudian tahun 2010-2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 kl/bulan (Addendum I). Selanjutnya tahun 2011-2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 kl/pemesanan (Addendum II).

Yang disoal kepolisian adalah, PT PPN tidak melakukan pemutusan kontrak meski PT AKT sudah tidak melakukan pembayaran pada periode tersebut. Sementara Direksi PT PPN tidak ada upaya melakukan penagihan.

"Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp50 miliar berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 Tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, dan Otorisasi," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam keterangan resmi yang dikutip dari situs resmi Humas Polri, Jakarta, Kamis (25/8/2022).

"Berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM nontunai antara PT PPN dengan PT AKT pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," katanya.


Hide Ads