Di tengah upaya pemerintah dalam melakukan pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) melalui MyPertamina, masih banyak nelayan yang tidak mendapatkan akses untuk memperoleh pasokan.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Ombudsman, Hery Susanto. Hery mengatakan, pihaknya menerima banyak laporan dari para petani dan nelayan menyangkut kendala akses BBM subsidi tersebut. Padahal, para nelayan ini sudah mengurus administrasi lengkap.
"Terkait BBM in memang yang sering kami terima laporan dari kelompok nelayan, petani, bahwa nelayan sudah mengurus administrasi lengkap, kartu nelayan, tau-taunya BBM-nya yang tidak ada," ungkap Hery dalam Diskusi Online yang diselenggarakan Transisi Energi Indonesia (TEI), Rabu (31/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pendaftar MyPertamina Tembus 1 Juta |
"Kami mendapat keluhan dari masyarakat nelayan bukan satu dua tapi banyak. Bahkan kuotanya kurang yang disediakan pemerintah lewat APBN kata masyarakat nelayan," tambahnya
Oleh karena itu, dibandingkan menaikkan harga BBM, ia menyarankan, pemerintah berfokus terhadap penyalurannya yang tepat sasaran. Sementara itu, mengenai jumlah nelayan yang telah terdaftar dalam aplikasi MyPertamina sendiri, masih sangat minim yakni di bawah 1%.
"Jumlahnya sangat kecil sekali. Bagaimana mereka dapat mengakses untuk pendaftaran ke MyPertamina. Ketika ditanya apakah sudah mendaftar, banyak yang jawab belum. Ditanya kenapa, tidak mengerti cara pendaftarannya," ujar Hery.
Hal tersebut terjadi lantaran sebaran SPBUN yang telah menyediakan sarana MyPertamina sendiri jaraknya terbilang cukup jauh dari lokasi para nelayan tersebut. Dengan demikian, ia mengatakan, masih ada keterbatasan akses masyarakat kecil untuk menuju pendaftaran aplikasi tersebut.
Dari sanalah, ia menilai MyPertamina sendiri belum memenuhi fungsi pelayanan publik. Oleh karena itu, menurutnya, aplikasi ini dirasa masih kurang massive di kalangan masyarakat menengah kebawah.
"Apalagi sasaran utamanya ini ialah untuk produktivitas nelayan, petani, dan para pedagang pasar kecil atau UMKM, masih kecil sekali di bawah 1%. Justru paling banyak ini sopir," tambahnya.
Oleh karena itu, Hery menyarankan, pemerintah untuk menjemput bola. Di mana, pemerintah daerah bisa membuat aplikasi mobile yang datang langsung ke lapangan dan mengintegrasikannya dengan data KKP dan Pertamina.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menyampaikan, saat ini pihaknya tengah mengoptimalkan kuota dan penyalurannya. Sejalan dengan hal tersebut, pihaknya telah bersinergi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Itu memang kita optimalkan kuotanya penyalurannya dan memang itu ada sistemnya. Kita kerjasama dengan KKP, nanti disinergikan kartu nelayan dengan MyPertamina. Tapi sekarang apabila mereka mau beli pertalite, mereka harus bawa surat dari camat," jelas Saleh, dalam kesempatan yang sama.
Sementara mengenai penyebaran SPBU Nelayan atau SPBUN dan ketersediaan BBM yang belum merata, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan KKP menyangkut lokasi-lokasi yang berkekurangan. Dari sanalah, pihaknya akan mengalokasikan BBM dari tempat yang kelebihan ke yang berkekurangan. Ia juga menerima masukan menyangkut sistem jemput bola yang diungkapkan Hery.
(dna/dna)