Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan subsidi dan kompensasi energi tetap bengkak melewati Rp 502,4 triliun meski harga BBM naik. Dengan kenaikan harga itu, pembengkakan bisa diminimalkan menjadi 'hanya' Rp 650 triliun.
"Rp 502 triliun sudah membengkak sampai estimasi kita Rp 698 triliun. Dengan kenaikan Pertalite dan Solar, maka kita perkirakan tidak jadi di Rp 698 triliun, tapi sekitar Rp 650 triliun," kata Suahasil dalam acara CNBC Indonesia TV, Senin (5/9/2022).
"Jadi subsidinya ini masih besar sekali sebenarnya, masih Rp 650 triliun meskipun kita sudah melakukan peningkatan harga Pertalite dan Solar," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lonjakan subsidi, kata Suahasil, dipengaruhi oleh tiga hal. Pertama adalah harga minyak dunia yang masih tinggi di atas perkiraan pemerintah US$ 95 per barel rata-rata setahun.
Kedua adalah kurs di mana perkiraan pemerintah sebelumnya yakni Rp 14.350/US$ rata-rata setahun, akan tetapi realisasinya melemah lebih dalam. Ketiga yaitu volume konsumsi BBM.
"Volume karena menunjukkan aktivitas masyarakat makin tinggi. Kita lebih ingin melihat pemulihan ekonomi di masyarakat berjalan terus sehingga kebutuhan energi meningkat," imbuhnya.
Pemerintah masih akan membahasnya dengan DPR apakah Rp 502,4 triliun yang sudah dianggarkan dalam APBN 2022 bisa berubah lagi atau tidak. Jika tidak bisa dialokasikan tahun ini, maka sisanya akan dialokasikan tahun depan.
"Kalau tidak bisa dialokasikan tahun ini, berarti harus dibayarkan 2023 menjadi utang pemerintah. Saat ini kita sedang dalam diskusi RAPBN 2023 dengan DPR, jadi ini timing yang tepat dan implikasinya pada RAPBN 2023," bebernya.
Seperti diketahui, harga BBM Pertalite naik dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter, Solar naik dari Rp 5.150/liter menjadi Rp 6.800/liter, Pertamax naik dari Rp 12.500/liter menjadi Rp 14.500/liter. Ini berlaku 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.
(aid/dna)