Situasi global saat ini telah menyebabkan harga minyak dunia melonjak drastis serta membuat kurs mata uang Indonesia menjadi terdepresiasi. Hal itu secara langsung berdampak pada beban besar subsidi energi yang ditanggung negara, yang disebutkan mencapai Rp 502 triliun.
Executive Director Energy Watch Mamit Setiawan menilai pada situasi global yang penuh ketidakpastian, alokasi anggaran untuk BBM bersubsidi akan memberatkan keuangan negara. Di sisi lain, selama ini penggunaan BBM bersubsidi justru banyak didominasi oleh masyarakat mampu.
"Hal itu sebagai sesuatu yang kontraproduktif dan dapat menimbulkan kesenjangan sosial antara masyarakat menengah ke atas dengan masyarakat kelas bawah," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (14/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mamit berpendapat agar tepat sasaran, nilai guna subsidi akan jauh lebih efektif dan berdampak positif bila dialihkan untuk berbagai sektor produktif seperti program pendidikan dan beasiswa, bantuan kepada nelayan dan petani, pembangunan infrastruktur, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya.
"Sementara saat ini, penyesuaian harga BBM merupakan langkah tepat pemerintah untuk mengalihkan APBN ke sektor yang produktif. Khususnya terhadap masyarakat yang lebih membutuhkan," tuturnya.
Senada, Pengamat kebijakan Laboratorium Indonesian 45 (LAB 45), Reyhan Noor mengatakan berpendapat bahwa permasalahan utama penyaluran subsidi BBM sejak dulu adalah efektivitas yang rendah untuk membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Dalam konteks menjaga kesejahteraan, uang subsidi BBM akan lebih baik bila disalurkan langsung kepada masyarakat yang masuk ke dalam kriteria membutuhkan. Kemudian, uang yang tidak sedikit dari subsidi BBM dapat dialihkan untuk melanjutkan agenda transformasi struktural ekonomi.
"Kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) memiliki efektivitas yang lebih tinggi dari subsidi BBM. Sedangkan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang cukup besar memiliki trade-off dari agenda transformasi struktural ekonomi," ujarnya.
Kemudian, Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal juga mendukung pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM subsidi, akan tetapi langkah tersebut harus disertai dengan BLT kepada masyarakat.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kompensasi BLT kepada masyarakat bisa mencapai angka Rp 45 triliun. Artinya, itu tidak akan lebih besar dari potensi ledakan anggaran akibat subsidi energi yang saat ini sudah mencapai Rp 500 triliun.
(ada/das)