Fahmy juga menyinggung soal salah satu program energi yang tidak berlanjut setelah pergantian kepemimpinan yakni konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) di rezim SBY. Yang juga disayangkan, RI memiliki sumber gas alam yang melimpah ruah. Hanya saja, infrastrukturnya tidak mencukupi, serta dibutuhkan investasi yang sangat besar.
"Seperti SBY saat BBM naik, dia berencana mengganti dengan BBG, bahan bakar gas. Hanya masalahnya dia butuh infrastruktur pipa. Akhirnya mandek dan tidak dilanjutkan," kata Fahmy.
"Itu misalkan jalan, bisa jadi infrastrukturnya sudah terbangun di Jawa sekarang, dan itu bisa mengurangi penggunaan BBM yang harganya fluktuatif," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, meski program konversi kompor induksi sudah dibatalkan tahun ini, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), Iwa Garniwa mengatakan, pemerintah juga perlu tetap mengembangkan program tersebut. Apalagi, salah satu tujuan pemerintah ialah menurunkan beban subsidi dan impor.
"Namun demikian menurut hemat, jangan hanya ini (DME) yang dikembangkan tetapi juga kompor listrik atau induksi tetap dijalankan. Diperlukan program bauran energi yang terdiri dari beberapa sumber energi tersebut," kata Iwa.
Meski demikian, semua kembali lagi pada komitmen dan konsistensi pemerintah menyangkut kegagalan program konversi tersebut.
"Memang dikhawatirkan program tidak berjalan karena terjadi pergantian penguasa. Tapi saya percaya bahwa apabila hal ini menjadi program dengan argumen yang kuat, serta pelaksanaannya sederhana, maka saya yakin bisa dilaksanakan dengan baik," lanjut Iwa.
(das/das)