Panas Dingin AS-Arab Saudi Gara-gara Urusan Minyak

ADVERTISEMENT

Panas Dingin AS-Arab Saudi Gara-gara Urusan Minyak

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 18 Okt 2022 07:45 WIB
Ilustrasi sektor migas
Foto: Ilustrasi Migas (Fauzan Kamil/Infografis detikcom)
Jakarta -

Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi sedang tidak baik. Hal ini sebagai buntut dari rencana negara-negara pengekspor minyak OPEC+ memangkas produksi minyak hingga 2 juta barel per hari.

Presiden AS Joe Biden sendiri akan mengambil langkah terhadap Arab Saudi. Opsi yang muncul mencakup perubahan bantuan keamanan AS.

Hal itu disampaikan Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan. Dia mengatakan, tidak ada perubahan pada hubungan AS dan Arab Saudi dalam waktu dekat. Sebab, Biden baru akan mengevaluasi kembali.

"Jadi presiden tidak akan bertindak tergesa-gesa. Dia akan bertindak secara metodis, strategis dan dia akan meluangkan waktu untuk berkonsultasi dengan anggota kedua partai, dan juga memiliki kesempatan bagi Kongres untuk kembali sehingga dia bisa duduk bersama mereka dan bekerja melalui pilihan," kata Sullivan dikutip dari Reuters, Senin (17/10/2022).

Sehari setelah OPEC+ mengumumkan pengurangan produksi minyak pekan lalu, Biden menyatakan akan memberikan konsenkuensi pada Arab karena dianggap berpihak kepada Rusia dalam mendukung pemotongan. Langkah OPEC+ merusak rencana negara-negara Barat untuk mengenakan batasan pada harga ekspor minyak Rusia sebagai tanggapan atas perang di Ukraina.

Senator AS Bob Menendez, seorang Demokrat yang memimpin Komite Hubungan Luar Negeri Senat, menyerukan penghentian sebagian besar penjualan senjata AS ke Arab Saudi setelah langkah OPEC+. Sementara, Sullivan mengatakan, opsi Biden termasuk perubahan bantuan keamanan ke Arab Saudi namun ia tak ingin mendahului presiden.

"Termasuk perubahan pada pendekatan kami terhadap bantuan keamanan ke Arab Saudi, tetapi saya tidak akan mendahului presiden. Apa yang akan saya katakan adalah tidak ada yang akan terjadi dalam waktu dekat," kata Sullivan.

Ia menambahkan bahwa ada waktu bagi Biden untuk berkonsultasi dengan Kongres.

Sullivan menambahkan Biden tidak memiliki rencana untuk bertemu dengan pemimpin Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada pertemuan puncak para pemimpin G20 di Indonesia pada November mendatang.

Pengurangan produksi minyak ini memberikan dampak ke Indonesia. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, dampak dari pemotongan produksi oleh OPEC+ diperkirakan membuat harga minyak dan gas relatif tinggi.

"Pemotongan produksi oleh OPEC+, bukan hanya Arab, memang hari-hari ini kita baca mengenai agak ada gesekan. Tentu dalam hal masalah pengurangan produksi OPEC+ maka kita melhat dampaknya harga oil and gas masih akan relatif berada di level tinggi," katanya di Gedung Wisma Mulia, Jakarta.

Khusus di sektor hulu migas, dampaknya akan positif karena akan memotivasi orang untuk berinvestasi di mana keekonomiannya lebih baik. "Buat Indonesia sendiri bagus karena kita teman dari kedua-duanya, ke Amerika teman, ke Arab Saudi teman, kita tidak berada dalam konflik itu," ujarnya.

"Oleh karena itu, mestinya bagus karena kita menjadi alternatif untuk berinvestasi," sambungnya.

Namun, dengan harga minyak dan gas yang tinggi Indonesia perlu berhitung. Sebab, Indonesia juga impor minyak, termasuk juga BBM-nya. "Di level mana kah keseimbangan antara benefit yang diperoleh dari upstream dengan cost yang muncul untuk subsidi. Tentu ini yang perlu dicari," terangnya.

(acd/das)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT