Melihat Potensi 'Harta Karun' RI yang Didekati Kapal China di Natuna

Melihat Potensi 'Harta Karun' RI yang Didekati Kapal China di Natuna

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 15 Jan 2023 17:30 WIB
Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) RI mengusir kapal China yang memasuki wilayah laut Indonesia. Kapal Coast Guard China (CGC) kedapatan berkeliaran di zona Laut Natuna Utara pada Sabtu (12/9) siang.
Foto: Kapal China di Laut Natuna Utara (Dok. Istimewa)
Jakarta -

Sebuah kapal China kembali bikin geger di perairan Natuna. Kapal tersebut terpantau wira-wiri di Laut Natuna yang masuk ke dalam wilayah Indonesia.

Kapal China yang bernama CCG 5901 itu, juga diketahui berlayar bolak-balik di dekat lapangan migas Blok Tuna yang ada di Laut Natuna. Blok Tuna sendiri menyimpan 'harta karun' migas bagi Indonesia.

Menurut Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf, lapangan migas Tuna menjadi salah satu yang dinyatakan komersial dan dapat memberikan pendapatan bagi pemerintah maupun perusahaan KKKS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang pasti (Blok Tuna) sudah dinyatakan komersial dan akan memberikan pendapatan bagi kontraktor dan negara," sebut Nanang ketika dihubungi detikcom, Minggu (15/1/2023).

Sebelumnya, akhir Desember 2022 lalu, pemerintah telah memberikan persetujuan Plant of Development (POD) Pertama di Lapangan yang dioperasikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Premier Oil Tuna BV. Menurut Nanang, setelah POD disetujui masih ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh KKKS sebelum bisa melakukan eksploitasi di Lapangan Tuna.

ADVERTISEMENT

"Setelah POD disetujui Menteri ESDM masih ada proses-proses persiapan lainnya. Seperti pembuatan Amdal, FEED, dan lain-lain," ungkap Nanang.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Tonton Video: Dua Kapal Ikan Asing Diringkus di Perairan Natuna

[Gambas:Video 20detik]




Dalam catatan detikcom, Blok Tuna terletak di kawasan timur perairan Natuna, bertetangga dengan Blok East Natuna. Pada 2017 lalu, eksplorasi yang dilakukan Premier Oil berhasil menemukan cadangan minyak di sana. Produksi minyak dari Blok Tuna diperkirakan 7.000-15.000 barel per hari. Selain itu ada cadangan gas sekitar 12,3 miliar kaki kubik.

Desember 2021 lalu, Premier Oil Tuna Bv juga menemukan adanya cadangan migas baru alias harta karun energi di wilayah Laut China Selatan. Temuan ini lah yang membuat Premier Oil Tuna mendapatkan persetujuan POD dari pemerintah.

Pemasukan Baru Bagi Negara

Dengan adanya POD yang dilakukan Premier Oil Tuna BV untuk melakukan eksploitasi migas di Blok Tuna, negara juga diprediksi akan mendapatkan pendapatan.

Adapun biaya investasi untuk pengembangan Lapangan Tuna tediri dari investasi (di luar sunk cost) diperkirakan sebesar US$ 1,050 miliar, investasi terkait biaya operasi sampai dengan economic limit sebesar US$ 2,020 miliar dan biaya Abandonment and Site Restoration (ASR) sebesar US$ 147,59 juta.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyampaikan persetujuan POD Pertama Lapangan Tuna menunjukkan bahwa daya saing investasi hulu migas masih menjanjikan dan mampu menarik investor dunia. Dwi menambahkan bahwa meskipun lokasi Lapangan Tuna memiliki risiko tinggi, namun dengan dukungan insentif dan fleksibilitas yang diberikan Pemerintah, maka dapat meningkatkan keekonomian lapangan tuna sehingga POD Pertama Lapangan Tuna dapat direalisasikan.

"Investasi Lapangan Tuna sangat besar dari sejak proyek hingga operasional sampai economic limit dengan nilai investasi mencapai US$ 3,070 miliar atau setara dengan Rp 45,4 triliun sehingga akan turut memperkuat dan menggerakkan perekonomian nasional. Dengan TKDN hulu migas yang tinggi, yang saat ini mencapai 63%, maka industri nasional di pusat dan daerah akan mendapatkan manfaat besar dari investasi tersebut," papar Dwi dalam keterangannya.

Lebih lanjut, Dwi menyampaikan bahwa dari sisi penerimaan negara, diperkirakan Pemerintah akan mendapat income hingga mencapai Rp 18,4 triliun atau jauh lebih besar dibandingkan potensi penerimaan kontraktor yang sebesar Rp 11,4 triliun.

"Hal ini menunjukkan pemberiaan insentif untuk meningkatkan keekonomian Lapangan Tuna tetap menempatkan kepentingan negara pada posisi yang tinggi. Bahwa negara harus mendapatkan manfaat terbesar sebagaimana amanah UUD 1945 Pasal 33," kata Dwi.


Hide Ads