Permintaan Listrik EBT Makin Besar, PLN Harus Apa?

Permintaan Listrik EBT Makin Besar, PLN Harus Apa?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 16 Feb 2023 17:11 WIB
Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau wisata Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Rabu (14/12/2022). Guna mendukung kelistrikan untuk pariwisata di pulau Tiga Gili (Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan) selain menggunakan kabel bawah laut PLN juga menggunakan pembangkit listrik ramah lingkungan dengan memanfaatkan tenaga surya yang menghasilkan daya total 820 kWp  untuk kelistrikan pulau wisata Tiga GIli. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.
Ilustrasi PLTS (Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
Jakarta -

Permintaan akan pasokan listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) semakin tinggi di Indonesia. Hal itu seiring dari banyaknya pabrik dari perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang mulai mementingkan sumber listrik yang ramah lingkungan.

Penggunaan jaringan transmisi dan distribusi milik PLN oleh konsumen khususnya industri dan produsen listrik diyakini akan meningkatkan penetrasi EBT di dalam sistem kelistrikan umum. Hal ini didorong oleh semakin tingginya permintaan konsumen industri akan listrik bersumber dari EBT, yang banyak disuarakan oleh perusahaan-perusahan multinasional seperti Nike, Adidas, Coca-cola, H&M, Nestle dan lain-lain.

"Sebagai konsumen besar, tentunya PLN akan merespon dengan baik permintaan dari Industri tersebut, apalagi hal itu terkait dengan kelangsungan industri di tanah air, pertanyaan berikutnya adalah sinergi apa yang dapat membantu PLN memenuhi demand listrik EBT tersebut?" kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Arthur Simatupang Kamis (16/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai wadah pengusaha atau perusahaan pengembang listrik nasional di Indonesia, menurut Arthur, APLSI beranggotakan perusahaan-perusahaan yang memiliki kemampuan dan rekam jejak yang untuk menjadi bagian penting pembangunan sisi supply dari EBT ini.

Menurut Arthur, sisi demand atau permintaan untuk listrik dari EBT akan meningkat drastis. PLN dan pemerintah sebagai regulator dapat mendukung transisi tersebut dengan memastikan aspek supply atau penawaran senantiasa seirama. Perlu adanya peninjauan kembali terhadap RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Listrik) dalam menjawab dinamika baru demand industri atas listrik EBT.

ADVERTISEMENT

Arthur menilai, dinamika demand listrik EBT dari industri memerlukan fleksibilitas dalam pengembangan sisi supply yang seringkali menjadi tantangan bagi dunia Industri.

Skema power wheeling menurut Arthur selayaknya menjadi salah satu opsi dalam upaya memastikan adanya suplai yang fleksibel dengan mekanisme Renewable Purchase Obligations (RPO). RPO merupakan kewajiban distributor listrik pusat untuk mengalokasikan sebagian listriknya bersumber dari energi terbarukan. Dengan adanya RPO, investor akan lebih mudah masuk karena adanya kepastian pasokan energi bersih sehingga transisi energi dapat terakselerasi dengan optimal.

Arthur berpendapat bahwa PLN dan independent power producer (IPP) perlu melakukan diskusi dan koordinasi dalam upaya bersama pembangunan dan pengadaan EBT guna memperoleh opsi terbaik untuk memberikan pelayanan terhadap demand pelanggan listrik akan target dekarbonisasi dari sektor industri. Diskusi dan koordinasi tersebut tentunya dilakukan dalam untuk menghasilkan kebijakan yang bertujuan untuk mengemban tugas bersama PLN dan IPP dalm pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) yang ditetapkan pemerintah.

(acd/das)

Hide Ads