Hari ini, PT Cirebon Electrical Power (Cirebon Power) baru saja menerima Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU). Penerimaan tersebut dilakukan dalam acara peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Selatan.
Wakil Direktur Utama Cirebon Power, Joseph Pangalila mengatakan bahwa dengan mulai berlakunya mekanisme perdagangan karbon dapat menjadi dorongan bagi perusahaan pembangkit listrik untuk semakin berupaya menekan emisi gas rumah kaca (GRK).
"Bahwa kita harus menjaga lingkungan dengan lebih baik lagi dan kita juga harus terus memerhatikan emisi gas rumah kaca dan berusaha selalu untuk menurunkannya," kata Joseph dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (22/2/2023).
Leih lanjut, Joseph menuturkan bahwa pembangkit Cirebon Power, baik unit I maupun unit II, terbukti mampu menekan emisi karena menggunakan teknologi ramah lingkungan super critical boiler dan ultra super critical. Keunggulan teknologi itu sekaligus bentuk komitmen perusahaan menjaga agar emisi pembangkit tetap di bawah ambang batas.
"Saat ini PTBAE-PU yang kita terima surplus, artinya tingkat emisi di bawah batas yang diberikan pemerintah, ini yang akan kita pertahankan terus untuk kita pakai ke depan," ujar Joseph.
Sebagai informasi, perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui jual beli unit karbon.
Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. Regulasi ini akan menjadi acuan nilai ekonomi karbon, termasuk kegiatan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif, meyakini perdagangan karbon akan menarik peran serta pelaku usaha untuk mewujudkan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca.
"Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan mekanisme pasar yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada penghasil emisi, sehingga dapat dikatakan Nilai Ekonomi Karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca," ujarnya.
Arifin mengatakan kebijakan perdagangan karbon dapat meningkatkan efisiensi energi, mengurangi ketergantungan pada energi karbon, mengurangi ketergantungan pada energi impor, dan bisa jadi sumber pendapatan bagi perusahaan maupun pemerintah.
"Merujuk pada laporan World Bank pada 2022 pendapatan global dari carbon pricing meningkat hampir 60% dibandingkan 2021. Meningkatnya pendapatan carbon pricing dapat mendukung ekonomi berkelanjutan, membiayai reformasi fiskal atau membantu pemerintah dalam menyangga gejolak ekonomi global," tuturnya.
Sebagai informasi, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyerahkan dokumen Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) 2023 kepada beberapa perusahaan listrik. Di antaranya PT Cirebon Electric Power, PT PLN Indonesia Power, PT PLN Nusantara Power, PT Shenhua Guohua Pembangkitan Jawa Bali, dan PT DSSP Power Sumsel.
Per tahun 2023, Kementerian ESDM menetapkan PTBAE-PU kepada 99 unit PLTU dengan total kapasitas terpasang 33.569 MW. PLTU itu milik 42 perusahaan yang akan menjadi peserta perdagangan karbon.
(dna/dna)