Jakarta -
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Maluku dan Papua turun disebabkan terganggunya aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud mengungkapkan per kuartal I-2023 pertumbuhan Maluku dan Papua mencapai 1,95% secara year on year (yoy). Sebelumnya periode kuartal I-2022 tumbuh 10,39%.
"Ini karena adanya kontraksi 11,64% pada aktivitas pertambangan dan penggalian di Papua," kata dia dalam konferensi pers, Jumat (5/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan longsornya lahan pertambangan ini membuat produksi menurun. "Freeport kuartal I, produksi pertambangan dan penggalian ini aktivitasnya menurun, karena bencana tanah longsor dan membuat produksi menurun," jelas dia.
Dia menjelaskan pada kuartal I penguatan pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi 7%, Kalimantan 5,79%, Sumatera 4,79%, Pulau Bali dan Nusa Tenggara 4,74%. Kelompok provinsi di Pulau Jawa serta Pulau Maluku dan Papua mengalami perlambatan pertumbuhan masing-masing sebesar 4,96% dan 1,95%.
Memang pada akhir 2022 pemerintah juga memutuskan untuk berakhirnya PPKM di bulan Desember 2022 hal ini turut mendorong perekonomian nasional.
"Berakhirnya PPKM ini berdampak positif ke ekonomi kita membuat mobilitas penduduk naik. Jumlah penumpang di semua moda transportasi mengalami peningkatan. Angkutan rel naik 69,37%, laut 13,30%, angkutan udara 58,18%," jelas dia.
Ekonom bicara pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,03% di halaman berikutnya.
Direktur CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang hanya mampu tumbuh 5,03%
year on year pada kuartal I-2023 sebenarnya bisa dikategorikan 'underperformed' alias di bawah kinerja ideal.
"Dengan adanya pencabutan PPKM seharusnya konsumsi rumah tangga sebagai komponen penyumbang PDB terbesar tumbuh di atas level 5%, namun hanya mampu tumbuh 4,54%," kata dia.
Artinya, ada penghambat utama masyarakat mengeluarkan uang untuk belanja salah satunya karena tinggi nya inflasi pada kuartal I-2023, dibarengi dengan kenaikan suku bunga pinjaman hingga ketidakpastian situasi ekonomi global.
Masyarakat menengah atas akan lebih responsif dengan tahan belanja karena kondisi makro, sementara menengah bawah masih terjadi tekanan lapangan kerja. Dia menyebutkan tantangan ekonomi di kuartal ke II khususnya usai Lebaran diperkirakan semakin kompleks.
Konsumsi rumah tangga bisa saja lebih rendah pada periode berikutnya karena indikator inflasi inti pada bulan April 2023, yakni 2,83% year on year lebih rendah dari Maret sebesar 2,94%.
Inflasi inti menunjukkan dorongan sisi permintaan yang melemah. Selain itu setelah lebaran adalah low-season sehingga daya dorong konsumsi sebaiknya dibangkitkan dengan mempercepat serapan belanja pemerintah, mengendalikan inflasi sisi pasokan terutama transportasi dan pangan, hingga menurunkan kembali pajak-pajak yang hambat pemulihan ekonomi.
"Tanpa upaya extra-ordinary dari pemerintah, niscaya ekonomi kehilangan tenaga untuk dapat mencapai target pertumbuhan 5,3% pada 2023. CELIOS memproyeksikan ekonomi pada 2023 diperkirakan berkisar 4,9-5% year on year," jelasnya.