'Harta Karun' RI Cuma Kena Pungutan 1%, Anggota DPR Tuding Ada Bandar

'Harta Karun' RI Cuma Kena Pungutan 1%, Anggota DPR Tuding Ada Bandar

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 24 Mei 2023 16:36 WIB
Indonesia disebut memiliki 512 titik harta karun yang tersebar di tambang timah. Harta karun ini disebut-disebut mempunyai nilai investasi yang sangat besar dan dunia pun sedang berlomba-lomba mencarinya.
Ilustrasi logam tanah jarang. Foto: Rachman_punyaFOTO
Jakarta -

Anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar Bambang Patijaya menuding ada bandar yang bermain pada produk mineral ikutan timah. Sebab, pungutan yang dikenakan untuk produk-produk tersebut sangat rendah.

Mulanya, Bambang menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Kemudian, dia menjelaskan, dalam kegiatan penambangan timah terdapat beberapa mineral ikutan seperti monasit, xenotime dan zircon.

Mineral ikutan tersebut mengandung logam tanah jarang (LTJ) yang merupakan harta karun Indonesia. Penemuan LTJ di Swedia beberapa waktu lalu sempat menggegerkan dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, mineral ikutan timah itu ternyata hanya dikenai tarif sebanyak 1%.

"Yang jadi masalah, saya heran dalam PP tersebut ada mineral monasit yang mengandung thorium dan mengandung logam tanah jarang tapi dalam PP ini cuma tarifnya 1%," katanya dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Jakarta, Rabu (24/5/2023).

ADVERTISEMENT

Padahal, kata dia, monasit akan jauh lebih berharga jika dikirim ke luar negeri. Oleh karena itu, dia menduga ada bandar yang bermain.

"Barang ini Pak Menteri, kalau sudah sampai luar negeri, monasit ini jauh lebih berharga daripada timah karena ada thorium dan logam tanah jarangnya. Oleh karena itu saya minta kepada Kementerian ESDM. Tolong PP ini dievaluasi, saya menuduh ini ada bandar yang bermain," terangnya.

"Ini barang bahan baku kita malah jadi terbuka untuk dijual ke luar negeri dan tarif yang sangat murah hanya 1%," tambahnya.

Sementara, Arifin mengatakan, logam tanah jarang belum diekspor. Saat ini, pihaknya masih mengidentifikasi potensi harta karun Indonesia tersebut.

"Terkait rare earth mineral, sejauh ini tidak ada ekspor rare earth mineral. Kita baru mengindikasikan adanya potensi rare earth mineral di dalam tailing-tailing industri kita. Jumlahnya masih sedikit. Ini kan perlu pemurnian lagi, nah ongkos pemurnian yang memang harus kita hitungkan. Ini tentu saja kalau sudah dilakukan pemurnian akan bisa memberikan nilai tambah untuk pendapatan negara," paparnya.

(acd/das)

Hide Ads