Namun, sekalipun divestasi 11% tersebut diserap oleh MIND ID, ia mengatakan kepemilikan saham ini hanya sekitar 31%. Dengan demikian, MIND ID tidak dapat menjadi pemegang saham terbesar dan bukan pengendali dari Vale Indonesia. Untuk menjadikan tambang nikel itu jadi milik pemerintah, MIND ID perlu menyerap tambahan sekitar 9% saham lagi.
Terkait divestasi saham, Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menambahkan hal ini tidak seharusnya digunakan sebagai kepentingan Vale Indonesia saja. Khususnya dalam upaya memperpanjang kontrak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andre menilai rencana divestasi ini semestinya disasarkan pada kepentingan masa depan bangsa sekaligus keberlangsungan pertambangan di Indonesia.
"Rasanya belum berdampak maksimal untuk sumbangsih BUMN ke Indonesia. Karena MIND ID sebagai perpanjangan tangan negara ini tidak memiliki kuasa penuh, karena belum menjadi pemegang saham mayoritas," ujar Andre.
Di lain sisi, jumlah cadangan biji nikel dan produksi nikel Vale Indonesia terus menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Mengingat sifat perusahaan tambang yang bergantung pada kekayaan alam, hal ini bisa disebabkan oleh potensi eksplorasi yang semakin lama terus menurun.
Berdasarkan laporan tahunan 2022, cadangan mineral dan produksi biji nikel Vale per akhir Desember 2022 mencapai 111,55 juta ton. Cadangan terbukti mencapai 65,8 juta ton, sementara cadangan terkira mencapai 45,74 juta ton.
Jumlah ini menunjukkan penurunan dibanding tahun 2021 yang tercatat sebesar 112,5 juta ton. Sedangkan di tahun 2016 jumlah cadangan terbuktinya mampu mencapai 91,7 ton dengan cadangan terkira 19/2 ton.
Produksi biji nikel di tahun 2022 pun mengalami penurunan, yakni sebesar 11,55 juta ton pada 2022. Sedangkan pada tahun 2021 mampu mencapai 12,87 ton dan di 2016 lalu mencapai 14,28 ton.
(akn/ega)