Perbedaan harga yang signifikan antara LPG 3 kg dan LPG non subsidi menjadi sorotan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII dengan Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero). Sebab, disparitas ini memicu berbagai persoalan.
Anggota Komisi VII Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, disparitas harga yang tinggi memicu dua hal. Pertama, perpindahan konsumen dari LPG non subsidi ke LPG 3 kg. Kedua, tindakan pengoplosan LPG.
"Karena daya beli orang jadi pindah atau pengoplosan saya lihat ini. Saya khawatir yang kedua oplosan. Karena daerah saya ada kebakaran agen LPG itu ternyata ngoplos. Dan ini terus terang bekingnya itu ternyata ya aparat juga," katanya dalam rapat di Komisi VII Jakarta, Rabu (!4/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait persoalan tersebut, Mulyanto mengatakan, pengawasan di lapangan perlu ditingkatkan.
"Jadi tugas Pertamina, ini ada dirjen migas juga ini berhadapan di lapangan dengan kondisi yang seperti itu. Saya imbau ini dipikirkan agar pengawasan ini ditingkatkan," katanya.
Masalah pengoplosan ini juga disorot Wakil Ketua Komisi VII Dony Maryadi Oekon. Dia mengatakan, masalah pengoplosan ini tak kunjung selesai karena belum adanya unit penegakan hukum (gakkum). Sebagaimana diketahui, Kementerian ESDM tengah mendorong pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum.
"Masalah oplos segala ini kan belum selesai, gakkumnya juga belum ada di ESDM, makanya kita tuntut kemarin gakkum ini tetap harus ada di Kementerian ESDM," katanya.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengatakan, pihaknya bekerjasama dengan aparat untuk menindak pengoplosan. Pihaknya juga memberikan sanksi yang tegas pada agen yang terlibat dengan pengoplosan.
"Begitu ada agen yang terlibat dalam kasus pengoplosan itu langsung kami terminasi. Dan itu datanya kita ada," ujarnya.
(acd/rrd)