3 Fakta Larangan Ekspor Mineral Mentah Lanjut Terus Walau 'Dihadang' IMF

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Sabtu, 01 Jul 2023 14:00 WIB
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia/Foto: ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA
Jakarta -

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan hilirisasi dan larangan ekspor mineral mentah akan tetap berjalan. Hal ini sebagai respons atas permintaan IMF agar Indonesia mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.

Permintaan IMF tersebut dirilis lewat laporan bertajuk 'IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia'. Dalam hal ini, Bahlil menilai IMF tak perlu ikut campur menyangkut kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia.

"Langit mau runtuh pun, hilirisasi tetap akan jadi prioritas negara dalam pemerintahan Joko Widodo dan Kyai Ma'ruf Amin. Yang kedua, larangan ekspor tetap akan kita lakukan. Kalau mau gugat kita ke WTO, WTO aja. Masa orang lain boleh (setop ekspor), kita tidak? Yang bener aja, negara ini sudah merdeka," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta Selatan, Jumat (30/6/2023).

Berikut 3 Fakta Larangan Ekspor Mentah:


1. Penilaian IMF Keliru Besar

IMF menentang kebijakan larangan ekspor ini karena berdasarkan analisa untung rugi, langkah ini menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara dan dampak negatif bagi RI maupun negara lain. Bahlil menilai, hasil penilaian IMF keliru besar.

Pertama, Bahlil mengatakan Indonesia memperoleh kepercayaan yang sangat kuat dari global. Bahkan, IMF mengakui bahwa pertumbuhan Penanaman Modal Asing (PMA) Indonesia berada di atas 19% untuk sektor di luar hulu migas.

"Yang kedua, IMF mengatakan negara kita akan rugi. Ini di luar nalar berpikir sehat saya. Dari mana dia bilang rugi? Tahu nggak, dengan kita melakukan hilirisasi penciptaan nilai tambah sangat tinggi di negara kita," imbuhnya.

Salah satu contohnya adalah ekspor nikel Indonesia. Ekspor Indonesia pada 2017-2018 hanya US$ 3,3 miliar. Begitu menyetop ekspor nikel dan melakukan hilirisasi, ekspor RI meningkat pesat hampir US$ 30 miliar atau 10 kali lipatnya.

"Yang tahu pendapatan negara tercapai atau tidak bukan IMF, kita pemerintan RI. Dan tidak hanya pendapatan negara, Akibat hilirisasi juga terjadi pemerataan ekonomi di daerah-daerah. Terutama daerah penghasil dari komoditas bahan baku," ujarnya.

Bahlil sebut ada standar ganda hingga singgung kebijakan IMF di halaman berikutnya.




(ara/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork