Anak Buah Luhut Bantah 5 Klaim Faisal Basri soal Hilirisasi Nikel Untungkan China

Anak Buah Luhut Bantah 5 Klaim Faisal Basri soal Hilirisasi Nikel Untungkan China

Aulia Damayanti - detikFinance
Sabtu, 12 Agu 2023 10:15 WIB
Faisal Basri
Foto: 20detik

Ketiga, Seto menjawab mengenai Faisal Basri yang mengatakan Indonesia memberikan harga bijih nikel murah. Ia pun menyinggung sistem supply dan demand. Menurutnya, hal ini lah yang terjadi pada saat Pemerintah melakukan pelarangan ekspor tahun 2020 sampai saat ini, harga internasional naik karena supply bijih nikel dari Indonesia hilang.

"Sehingga smelter-smelter nikel di Tiongkok hanya mengandalkan supply dari Filipina dan beberapa negara lain. Padahal Indonesia adalah supplier terbesar bijih nikel ke Tiongkok sebelumnya," ujar dia.

Seto mengatakan jika ekspor bijih nikel Indonesia kembali dibuka, maka harga internasional pasti akan turun karena supply bertambah dari Indonesia, sehingga perbedaan antara harga nikel internasional dengan HPM pasti akan lebih kecil. Untuk itu, pihaknya membandingkan harga ekspor bijih nikel periode tahun 2018-2019, ketika ekspor bijih nikel masih dilakukan, dengan HPM Nikel di periode yang sama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data yang dia peroleh, selisih antara harga ekspor dengan harga HPM dengan grade 1,7% dan MC 35% hanyalah US$ 5,5/ton dan US$ 6,9/ton masing masing di tahun 2018 dan 2019. Selisih ini, berdasarkan temuan pihaknya pada waktu itu, ada sebagian disebabkan karena kualitas bijih nikel yang diekspor melebihi 1,7%.

Seto juga menjawab terkait penalti dan beban biaya lain yang harus ditanggung oleh penambang nikel. Ia mengatakan memang benar pernah terjadi pembebanan yang tidak fair oleh smelter kepada para penambang. Hal ini disebabkan karena jumlah smelter yang sedikit dibandingkan dengan volume produksi bijih nikel dalam negeri yang besar.

ADVERTISEMENT

Namun, ia menegaskan sejak diberlakukan Permen ESDM 11/2020 dan tindakan enforcementnya kasus-kasus tersebut jauh berkurang, apalagi kondisi saat jumlah smelter yang sudah cukup banyak justru menciptakan kekurangan supply bijih nikel. Menurut informasi terakhir yang dia terima dari para pelaku, harga beli bijih nikel saat ini bukan lagi HPM + US$2, tapi bisa jauh lebih besar dari itu apalagi untuk yang mau berkontrak jangka panjang.

"Memang masih ada perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan pemerintah terkait hal ini, antara lain enforcement terhadap aturan ESG, dan juga beberapa aspek tata Kelola nikel yang lain. Namun, jika Faisal Basri menyatakan bahwa Pemerintah memberikan harga bijih nikel "murah" kepada smelter, hal itu adalah berlebihan," jelas dia.

Keempat, terkait Faisal Basri yang mengatakan nilai tambah dari hilirisasi nikel 90% dinikmati oleh investor Tiongkok. Seto mengatakan pola pikir Faisal Basri salah. Menurutnya, ekspor bijih nikel ini terus dilakukan maka nilai manfaat dari bijih nikel yang kita miliki 100% dinikmati oleh negara lain. Jadi negara asing 100% dan Indonesia 0%. Tidak ada pajak dan penambahan tenaga kerja yang tercipta di Indonesia.

Seto mengatakan, satu hal lain yang cukup penting adalah mayoritas dari investasi hilirisasi nikel di lakukan di wilayah Sulawesi dan Halmahera yang sebelumnya memiliki gap aktivitas ekonomi yang besar dengan Jawa. Dengan adanya investasi ini, terjadi penciptaan tenaga kerja dan aktivitas ekonomi yang besar, yang tidak akan terjadi tanpa adanya hilirisasi nikel ini.

Seto juga menjawab tentang tenaga kerja di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) jumlah pekerja saat ini mencapai 74,7 ribu orang dan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) sekitar 56 ribu orang. Hal ini belum memperhitungkan kawasan industri lain seperti VDNI, Gunbuster, dan Pulau Obi.

Dampak penciptaan lapangan pekerjaan dari hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah dan Halmahera juga berdampak positif terhadap penurunan angka kesenjangan pendapatan (koefisien gini). Angka koefisien gini di Sulawesi Tengah dan Halmahera turun dari 37,2% dan 32,5% di 2014 menjadi 30,8% dan 27,9% di tahun 2022.

"Untuk IWIP dan IMIP, jumlah tenaga kerja lokal rata-rata mencapai 85-90% dari total tenaga kerja. Gaji yang mereka hasilkan pun juga jauh lebih tinggi dari UMR, tidak seperti klaim Faisal Basri. Rata-rata gaji di IWIP bisa mencapai 7 juta sebulan, bahkan lebih tinggi dari UMR Jakarta," jelasnya.

Terakhir, Seto menjawab keterangan Faisal mengenai kebijakan hilirisasi nikel yang dinilai tidak menimbulkan pendalaman industri karena kontribusi industri pengolahan terhadap PDB justru menurun. Dia mengatakan memang benar kontribusi industri pengolahan menurun pada periode 2014 dibandingkan 2022, namun hal itu sebagian besar disebabkan karena turunnya kontribusi subsektor industri batubara dan pengilangan migas, industri alat angkutan dan industri kayu, alat dari kayu dan lainnya yang turun masing-masing hingga 1,3%, 0,5% dan 0,4% terhadap PDB.

Sementara itu, kontribusi subsektor industri logam dasar terhadap PDB justru meningkat 0.1%, utamanya didorong oleh hilirisasi nikel. Seto menulai tanpa ada hilirisasi nikel, penurunan kontribusi industri pengolahan tentunya akan lebih turun.

"Kinerja hilirisasi nikel dalam mendorong industrialisasi terlihat di level provinsi. Sejak tahun 2014 hingga 2022, provinsi dimana hilirisasi nikel terjadi mengalami peningkatan share industri manufaktur yang signifikan. Kontribusi industri pengolahan di Sulawesi Tengah mengalami peningkatan hingga 34,4%, sementara kontribusi industri pengolahan di Maluku Utara mengalami peningkatan hingga 24%" tuturnya.

Seto menegaskan dampak konsistensi hilirisasi nikel ini selain sektor besi baja, Indonesia mampu menarik investasi-investasi baru dalam bidang baterai lithium. Nikel kadar rendah milik Indon3sia yang sebelumnya tidak dipakai, saat ini bisa diproses menjadi Mixed Hydrate Precipitate (MHP) yang merupakan bahan baku utama baterai lithium.

"Bayangkan barang yang tadinya hanya sampah, saat ini bisa diproses menghasilkan bahan baku lithium baterai. Pastinya nilai tambahnya sangat besar," tuturnya.

Seto mengungkap untuk membuat baterai lithium membutuhkan ekosistem industri yang kompleks. Tidak hanya dibutuhkan nikel, tetapi juga produk hilirisasi cobalt, aluminum, tembaga, lithium dan lain-lain. Memang, tidak semuanya ada di Indonesia bahan bakunya. Ekosistem inilah yang saat ini sedang kita bangun di Indonesia. Semuanya sedang berproses dan tidak mudah.

"Hasilnya, saat ini kita sedang membangun lithium refinery di Morowali, yang bahan mentah lithiumnya diimpor dari Australia dan Afrika. Kita juga sedang membangun pabrik copper foil untuk bahan lithium baterai, lokasinya persis di depan smelter tembaga yang dibangun Freeport di Gresik. Kita juga sedang membangun pabrik Anoda di Morowali juga dengan kapasitas 80ribu ton, dimana pabriknya belum selesai tapi 100% produknya sudah dipesan semua. Mereka tidak perlu pusing mencari pembeli," terangnya.

"Antam juga saat ini sedang memfinalkan negosiasi dengan CATL dan LG Chemical, dua perusahaan baterai terbesar di dunia, untuk membangun ekosistem baterai lithium dari hulu sampai hilir. Tidak mudah untuk meyakinkan para investor tersebut, dan negosiasi bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun," lanjutnya.

Seto juga mengungkap, Indonesia akan memiliki pabrik baterai lithium (cell dan pack) pada tahun depan, saat pabrik baterai lithium yang dibangun LG dan Hyundai selesai konstruksi. Kapasitasnya sekitar 10GWh, cukup untuk membangun 120ribu mobil EV. Indonesia sudah melakukan mapping supply chain untuk baterai lithium dan mana saja target investasi yang akan diperoleh.


(ada/fdl)

Hide Ads