PT Freeport Indonesia dikabarkan menggugat pemerintah soal tarif bea keluar. Namun pihak perusahaan tambang itu yang saham mayoritasnya dipegang BUMN MIND ID belakangan mengklarifikasi bahwa perusahaan hanya ingin mengajukan keberatan dan banding terhadap aturan baru yang membebankan biaya dalam proses ekspor.
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 mengenai Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar dinilai telah memberikan kesan adanya ketidakpastian usaha.
Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) pun ikut berkomentar mengenai polemik tersebut. Di kaca mata pengusaha, dunia investasi memang butuh kepastian hukum dan perpajakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal, investasi dan usaha di bidang pertambangan itu membutuhkan kepastian hukum dan perpajakan," ujar anggota APINDO bidang ESDM sub komite Tambang dan Mineral Hendra Sinadia dikutip Minggu (13/8/2023).
Hendra mengatakan, ada tiga kunci dalam menarik datangnya investasi ke Indonesia, yakni cadangan sumber daya alam, kepastian hukum, dan perpajakan. Sejauh ini, kata dia, Indonesia mempunyai cadangan mineral yang besar.
"Tetapi kuncinya dua, kepastian hukum dan perpajakan. Tapi yang terjadi adalah seringnya berubah-ubah aturan. Padahal investasi sektor tambang kan jangka panjang," ujar pria yang juga menjabat sebagai Direktur Ekskutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) ini.
Hendra menilai, keberatan yang diajukan Freeport ini sesungguhnya hal lumrah dilakukan oleh setiap pengusaha dan perusahaan. Di dalam aturan kepabeaan, bahkan perpajakan, itu telah mengatur mekanisme pengajuan keberatan.
"Jadi (keberatan Freeport) itu memang hal yang lumrah. Itu diatur dalam perundang-undangan dan di Direktorat Jendral Pajak (DJP) itu juga ada layanan pengaduannya. Jika pengusaha melihat ada tarif pajak atau bea keluar yang dianggap memberatkan dan dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan ya mereka bisa mengajukan keberatan," kata Hendra.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad menilai dalam perjanjian business to busines itu sangat wajar jika perusahaan mengajukan keberatan kepada mitra bisnisnya. Keberatan itu pada dasarnya bertujuan untuk membuka dialog, meluruskan atau klarifikasi suatu hal hingga mendapatkan kejelasan.
Dengan analogi seperti itu, ekonom Indef ini menilai keberatan dari pihak Freeport itu harusnya dilihat sebagai permintaan penjelasan.
"Freeport mungkin ingin mendapatkan kejelasan mengenai ketentuan-ketentuan yang tidak selaras atau sinkron," ujar Tauhid Ahmad.
Tauhid juga menyarankan dalam merespons permintaan Freeport tersebut sudah sepatutnya pemerintah membuka ruang dialog guna menemukan titik temu. Ia sangat mengapresiasi jika pemerintah bisa terbuka untuk berdiskusi, menerima masukan dan mencari solusi bersama. Menurut dia, hal tersebut dapat menjadi contoh baik kepada para investor.
"Apalagi perusahaan-perusahaan tambang itu rata-rata merupakan investor besar dengan nilai investasi yang tidak sedikit dan telah menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar," ujar Tauhid.
Pendapat serupa juga disampaikan APINDO. Hendra menyarankan pengusaha dan pemerintah harusnya dapat duduk bersama untuk membicarakan jalan tengah dari aturan baru Kemenkeu ini.
Hendra memahami pemerintah tentunya ingin mendapatkan pemasukan bagi negara dengan diterbitkannya aturan baru ini. Namun, di sisi lain, pemerintah diminta mempertimbangkan berbagai aspek.
(das/kil)