PT Pertamina (Persero) menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak baik pemerintah atau swasta dalam proses transisi energi. Pasalnya, transisi energi tidak bisa dibebankan kepada satu pihak saja.
Direktur Utama Pertamina Power & New Renewable Energy/NRE (PT Pertamina Power Indonesia) Dannif Danusaputro mengatakan dengan kolaborasi kesempatan besar dalam transisi energi bisa dapat diraih.
"Kita banyak bicara soal tantangan, tapi kita suka lupa bicarakan opportunity. Kesempatannya sangat besar sekali untuk mengembangkan transisi energi. Saat ini, kita bisa lakukan untuk makin impact adalah bagaimana private dan public sector serta regulator bisa kerja sama," kata Dannif di sela-sela ASEAN Indo-Pacific Forum (AIPF) 2023, Rabu (6/9/2023).
"Menyusun regulasi atau standarisasi yang bisa menciptakan ekosistem yang sustain. Sehingga akan tumbuh industri-industri baru, ini akan menumbuhkan banyak pekerjaan baru, skill set yang baru, jadi perlu kerja sama," sambungnya.
Dia menilai lewat kerja sama maka bisa berdampak baik terhadap sejumlah ekosistem seperti EV, hidrogen, dan lain sebagainya.
"Tidak hanya kolaborasi dengan pemain luar negeri, tapi juga dengan policy maker. Private dan public sector juga harus bekerja sama bukan bersaing, baik untuk ekosistem EV, ekosistem hydrogen, policy, regulasi, dan lain-lain," jelasnya.
Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan Pertamina tawarkan kerja sama untuk pengembangan panas bumi RI di forum AIPF.
Menurutnya, kerja sama tersebut dilakukan karena energi panas bumi yang dimiliki oleh Indonesia cukup besar mencapai 23.965,5 Megawatt (MW). Bahkan angka tersebut menjadi yang terbesar di dunia.
"Saat ini potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 9,8% dengan kapasitas pembangkit listrik terpasang sebesar 2.342,63 MW dari 16 Wilayah Kerja. Di era transisi energi, potensi panas bumi merupakan salah satu sumber energi yang dilirik investor global," tutup Fadjar.
(akd/ega)