Jelang pemilu 2024 sejumlah janji politik sudah mulai terdengar. Seperti yang belum lama ini heboh ialah elite PKB Syaiful Huda yang melontarkan pernyataan akan memberikan subsidi BBM gratis untuk sepeda motor. Janji itu akan dipenuhi jika Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menang Pemilu 2024.
Namun risiko jika BBM digratiskan cukup banyak, apa lagi terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan Indonesia merupakan negara pengimpor bahan bakar minyak. Sedangkan di saat yang bersamaan, permintaan minyak dari dalam negeri itu kerap kali mengalami peningkatan dan berdampak pada defisit neraca perdagangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika situasi itu dibarengi dengan menggratiskan BBM yang notabene Indonesia bukan produsen BBM, maka belanja negara akan semakin membengkak. Pemerintah harus menanggung penuh belanja BBM.
"Tentu ini akan terlihat pada belanja yang sangat besar. Artinya BBM ini diberikan gratis dan pemerintah menanggung penuh subsidi dari harga BBM itu sendiri, sehingga ini akan cukup menantang karena ruang belanja pada APBN dan ruang defisit pada APBN itu relatif terbatas," kata dia kepada detikcom, Sabtu (9/9/2023).
Kemudian jika tetap ngotot mau menggratiskan BBM, maka diperlukan alternatif lain. Karena menurutnya selama ini saja sumber dari perpajakan dan non pajak belum cukup untuk menanggung beban pembiayaan subsidi BBM.
Alternatif untuk memenuhi pembiayaan BBM contohnya mencari utang baru. Namun kebijakan menambah utang ini tentu memiliki banyak risiko tersendiri.
"Tentu utang bukanlah hal yang seksi terutama dilihat dari kacamata politik, utang yang bertambah tentu akan menjadi perhatian bagi banyak pihak termasuk di dalamnya lembaga yang mengawasi kinerja dari pemerintahan itu sendiri," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah selanjutnya lebih baik memikirkan terkait bagaimana mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fosil. Karena bahan bakar itu tidak ramah lingkungan dan impornya selalu meningkat.
"Masih ada isu-isu penting yang juga perlu dibahas termasuk di dalamnya misalnya bagaimana mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang sifatnya tidak berkelanjutan dan kerap kali mendorong peningkatan impor minyak dari luar," tuturnya.
Kemudian, pemerintahan selanjutnya lebih baik meningkatkan penyediaan alat transportasi yang bisa diakses secara luas oleh masyarakat. Jadi tidak hanya masyarakat yang tinggal di kota-kota besar saja yang bisa menikmati akses transportasi umum yang baik.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan sangat tidak mungkin kalau pemerintah menggratiskan BBM. Karena dampaknya akan membebani belanja pemerintah terutama untuk subsidi
"Pertama tidak mungkin ya, karena begini pemerintah BBM ini ada dua subsidi ya. Pertama solar besarnya Rp 1.000 per liter subsidinya, kalau harga keekonomiannya di atas Rp 10.000 atau Rp 11.000 tergantung, maka kalau digratiskan sangat tidak mungkin," ujarnya kepada detikcom.
Kemudian, jika BBM menjadi gratis maka ketidaktepatan sasaran juga akan semakin melebar. Karena saat ini saja skema subsidi BBM yang berlaku juga dinilai kurang tepat sasaran.
"Kalau subsidi BBM ini sebagian besar penerima subsidi ini bukan orang tidak mampu justru orang mampu. Jadi ketidaktepatan sasarannya tinggi, jadi yang menerima bukan masyarakat bawah tetapi masyarakat menengah atas kalau modelnya subsidi harga seperti ini," ujarnya.
Risiko lainnya adalah jika harga minyak dunia tiba-tiba bergejolak saat BBM digratiskan. Naiknya harga minyak dunia tentu akan menambah beban pembiayaan pemerintah hingga menambah utang negara.
"Seperti kemarin harga minyak US$ 80 sampai US$ 82 per barel, negara akan tertekan, pemerintah nambah lagi, dan itu bisa menambah utang. Nah itu berisiko lagi. Apalagi bahayanya penyalahgunaan subsidi lebih besar ketidaktepatan karena digunakan kepada masyarakat mampu yang justru meningkat," tuturnya.
Ia berpendapat pemerintah selanjutnya lebih baik membenahi ketidaktepatan sasaran subsidi BBM. Dia mengusulkan agar skema subsidi diganti langsung kepada orang.
"Jadi kalau ingin mau menghilangkan ketidaktepatan sasaran subsidi, (skema subsidi) langsung ke orang, tetapi tidak bisa semua bisa dipenuhi. Misalnya masyarakat miskin 10% terbawah mungkin diberikan jadi bukan gratis, tetapi subsidi harga potongan," katanya
Tauhid menerangkan solusi perubahan skema subsidi ini dinilai bisa mengurangi ketidaktepatan sasaran subsidi. Karena menurutnya subsidi BBM saat ini lebih banyak dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas.
"Sebagian besar penerima subsidi BBM ini bukan orang tidak mampu, malah orang yang mampu, jadi ketidaktepatan sasarannya tinggi kalau modelnya masih harga seperti ini di SPBU," ungkapnya.
Tauhid menerangkan solusi perubahan skema subsidi ini dinilai bisa mengurangi ketidaktepatan sasaran subsidi. Karena menurutnya subsidi BBM saat ini lebih banyak dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas.
"Sebagian besar penerima subsidi BBM ini bukan orang tidak mampu, malah orang yang mampu, jadi ketidaktepatan sasarannya tinggi kalau modelnya masih harga seperti ini di SPBU," pungkasnya.
(ada/das)