Eks Dirut Jadi Tersangka KPK, Pertamina Buka Suara

Eks Dirut Jadi Tersangka KPK, Pertamina Buka Suara

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 20 Sep 2023 13:16 WIB
Gedung Pertamina
Foto: dok Pertamina
Jakarta -

PT Pertamina (Persero) buka suara terkait ditetapkannya Direktur Utama Pertamina periode 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair.

VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Terkait perkembangan yang terjadi di KPK, kami menyampaikan bahwa Pertamina menghormati proses hukum yang sedang berjalan," kata Fadjar dalam keterangan tertulis, Rabu (20/09/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia pun menegaskan, Pertamina menerapkan proses bisnis yang menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG) sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku.

"Kami juga sampaikan bahwa dalam pengelolaan bisnis, Pertamina senantiasa menerapkan proses bisnis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, pihaknya juga mengedepankan asas praduga tidak bersalah dan memberikan pendampingan dan bantuan hukum sesuai peraturan berlaku.

"Pertamina dalam hal ini juga mengedepankan asas praduga tidak bersalah, dan memberikan pendampingan dan bantuan hukum sesuai peraturan berlaku di perusahaan," ucapnya.

Duduk Perkara Eks Dirut Pertamina

Kasus ini bermula saat Pertamina memiliki rencana pengadaan LNG di Indonesia pada 2012. Wacana tersebut dipilih kala itu sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia.

Karen, yang diangkat menjadi Dirut Pertamina periode 2009-2014, mengusulkan kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaxcition (CCL) yakni perusahaan LLC dari Amerika Serikat.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan peran Karen dari kasus tersebut yang kemudian berakhir dengan kerugian negara Rp 2,1 triliun. Karen diduga mengambil keputusan secara sepihak tanpa melakukan kajian secara menyeluruh.

"Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina," ujar Firli.

Firli menambahkan pengambilan keputusan yang dilakukan Karen juga dinilai bertentangan dan melawan persetujuan pemerintah saat itu.

"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dari persetujuan pemerintah saat itu," tutur Firli.

Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Atas kondisi tersebut, dampaknya harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh Pertamina.

Simak juga Video: Puspom TNI Sinkronkan Data ke KPK-PPATK soal Penyitaan Aset Eks Kabasarnas

[Gambas:Video 20detik]




(aid/rrd)

Hide Ads