Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons pernyataan Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo yang bilang pemerintah masih memiliki utang kepada perseroan senilai Rp 60,6 triliun. Utang tersebut terkait subsidi dan kompensasi listrik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan mekanisme pembayaran subsidi dan kompensasi listrik telah disepakati. Pemerintah mengaku akan mengacu pada hal itu.
"Kan ada mekanisme untuk pembayaran subsidi kompensasi yang sudah disepakati," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (21/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mempertanyakan utang yang dimaksud PLN tersebut. Ia mengatakan pembayaran subsidi dan kompensasi listrik di 2023 tidak bisa disebut utang karena masih berjalan dan harus melalui proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sementara kewajiban pembayaran subsidi dan kompensasi listrik di 2022, Isa mengaku telah membayarkannya, termasuk kepada PT Pertamina (Persero) terkait subsidi dan kompensasi BBM dan LPG.
"Kita itu ya PLN, Pertamina sampai 2022 sudah kita bayar. Kalau 2023 kan sedang berjalan, itu nggak bisa disebut utang. Kita tunggu dulu auditnya BPK. Ya setelah audit dong," ujar Isa terpisah.
Utang PLN Rp 60,6 Triliun
Sebelumnya Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyatakan pemerintah masih memiliki utang kepada perusahaannya senilai Rp 60,6 triliun. Utang tersebut terdiri dari sisa pembayaran subsidi listrik 2022, subsidi listrik hingga Agustus 2023, dan kompensasi listrik non subsidi hingga Agustus 2023.
"Kekurangan pembayaran ke PLN totalnya adalah Rp 60,66 triliun," kata Darmawan dalam rapat kerja dengan Komisi VI, Rabu (20/9).
Rinciannya, subsidi listrik di 2022 senilai Rp 58,83 triliun, sementara pembayarannya baru dilakukan senilai Rp 54,15 triliun. Artinya masih ada sisa utang pemerintah untuk subsidi yang belum terbayar senilai Rp 4,67 triliun.
Kemudian subsidi listrik sampai dengan Agustus 2023 mencapai Rp 43,32 triliun, realisasi pembayaran yang dilakukan pemerintah baru Rp 37,2 triliun. Maka ada kekurangan pembayaran sebesar Rp 5,82 triliun.
Utang pemerintah ke PLN paling banyak adalah untuk urusan kompensasi listrik non subsidi sampai dengan Agustus 2023. Jumlahnya mencapai Rp 50,16 triliun dan belum terbayar sama sekali.
Dalam paparan Darmawan, terlihat proses penagihan terkini yang dilakukan PLN. Untuk subsidi listrik tahun 2023 hingga Agustus dengan jumlah terutang Rp 5,82 triliun, estimasinya di akhir September ini PLN bakal kembali mendapatkan bayaran senilai Rp 5,53 triliun.
Kemudian untuk kekurangan pembayaran subsidi listrik 2023 akan ada lagi pembayaran sebesar Rp 289,4 miliar, namun masih dalam proses verifikasi.
Sementara itu untuk utang kompensasi listrik senilai Rp 50,16 triliun, akan ada pembayaran juga dari pemerintah di September ini senilai Rp 18,39 triliun. Pembayaran dilakukan untuk kompensasi listrik pada triwulan I.
Lebih lanjut, untuk pembayaran kompensasi listrik di triwulan II dengan nilai sebesar Rp 19,34 triliun, masih dalam proses riviu. Laporan hasil riviu (LHR) dari Itjen Kemenkeu sedang diproses penerbitannya.
Terakhir, untuk kompensasi listrik bulan Juli hingga Agustus 2023 masih dalam proses perhitungan asersi kompensasi dengan nilai sebesar Rp 12,43 triliun.
Lihat juga Video: Polusi Tetap Ada Walau PLTU Suralaya Dimatikan