Panel Surya Genjot Ekonomi Warga Desa Keliki Tanpa Waswas Kehabisan Energi

Panel Surya Genjot Ekonomi Warga Desa Keliki Tanpa Waswas Kehabisan Energi

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Minggu, 22 Okt 2023 08:15 WIB
Desa Keliki di Bali
Desa Keliki/Foto: Pertamina
Jakarta -

Panel surya membentang di antara hamparan padi nan hijau di Desa Keliki, Kabupaten Gianyar, Bali. Lanskap tak biasa di desa yang memiliki keindahan alam ini merupakan proyek percontohan program Desa Energi Berdikari (DEB) Pertamina berbasis energi baru terbarukan (EBT). Kehadiran panel surya di Desa Keliki memacu denyut ekonomi warga tanpa waswas kehabisan energi.

Panel surya di Desa Keliki berada di delapan titik dengan kapasitas 28 kWp untuk menjangkau 1.028 kepala keluarga (KK). Salah satu panel surya digunakan untuk mengoperasikan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) dan tujuh lainnya dipasang di subak sebagai sumber energi mesin pompa air untuk irigasi sawah dan kebutuhan warga. Ketujuh subak tersebut antara lain Subak Tain Kambing, Subak Uma Desa Sebali, Subak Uma Desa Keliki, Subak Jungut, Subak Umelikode, Subak Bangkiangsidem, dan Subak Lauh Batu.

Wayan Sumada, Direktur BUMDes Keliki masih ingat betul bagaimana awal mula desanya menjadi DEB Pertamina. Berawal dari kegelisahan warga yang belum banyak merasakan manfaat dari pariwisata dibandingkan daerah tetangga, mereka berbenah menata dan menjaga kebersihan desa agar kian dilirik wisatawan. Wayan sadar betul, tanpa berbenah, ekonomi warga Desa Keliki sulit naik kelas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awal mula DEB kita sebenarnya bermula dari kegelisahan, kegundahan kita kenapa kita di Desa Keliki menjadi pendamping atau menjadi tetangga dari kota internasional Ubud, kota pariwisata tapi kita tidak mendapatkan apa-apa dari semua itu. Jadi kita berbenah, mulai berbenah mulai dari penataan desa. Awalnya kita di sini kedatangan tamu-tamu terutama mancanegara sudah, tetapi kita masih kurang maksimal karena selalu mendapatkan komplain tentang kebersihan lingkungan," kata Wayan Sumada mengawali ceritanya kepada detikcom, Jumat (13/10/2023) lalu.

Panel Surya Genjot Ekonomi Warga Desa Keliki Tanpa Waswas Kehabisan EnergiPanel Surya Genjot Ekonomi Warga Desa Keliki Tanpa Waswas Kehabisan Energi Foto: Dok. BUMDes Keliki

Transisi Desa Keliki menuju berdikari berlanjut pada 2019 ketika didirikannya BUMDes Yowana Bakti Keliki yang mengelola unit pengelolaan sampah, simpan pinjam, warung desa, biro jasa, dan PAM desa. Rencananya, BUMDes Keliki juga membentuk unit desa wisata. Unit usaha pertama yang dikelola BUMDes Keliki adalah unit pengelolaan sampah yang pada awalnya didampingi Yayasan Bumi Sasmaya Ubud untuk membuat sistem pengolahan sampah, membuat peraturan desa, dan mengedukasi masyarakat Desa Keliki untuk memilah sampah.

ADVERTISEMENT

"Kita mencari solusi bagaimana menata lingkungan. Jadinya kita di tahun 2019 kita mulai membuat BUMDes, unit usaha pengolahan sampah, murni program BUMDes dengan pengadaan 1 unit truk sampah bisa kelola pengolahan sampah di Desa Keliki sistem angkut buang," papar Wayan Sumada.

Awalnya, warga Desa Keliki diedukasi untuk memilah sampah organik dan anorganik serta berlangganan pengangkutan sampah. Kemudian, pada 2022 TPS3R di Desa Keliki beroperasi untuk mengolah dan mendaur ulang sampah warga yang sudah dipilah sebelum diangkut. TPS3R Desa Keliki menghasilkan kompos dari sampah organik, sedangkan sampah nonorganik dipilah melalui kerja sama dengan bank sampah. Kelistrikan TPS3R Desa Keliki ditopang energi bersih dengan panel surya dari Pertamina yang bisa menekan biaya operasional.

"Dengan bantuan solar panel dari Pertamina sangat membantu kami di operasional, di biaya listrik," tutur Wayan dengan lantang.

Pekerja mengolah sampah organik dan anorganik di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) Desa Keliki, Gianyar, Bali, Kamis (21/9/2023). Dalam sehari TPS 3R itu mampu mengolah hingga 700 kilogram sampah rumah tangga dari warga dan sejumlah pengelola akomodasi pariwisata setempat yang diolah menjadi pupuk kompos untuk sampah organik dan memilah sampah anorganik untuk dijual dan didaur ulang guna membantu mengatasi permasalahan sampah di wilayah pedesaan Bali. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/tom.Pekerja mengolah sampah organik dan anorganik di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) Desa Keliki, Gianyar, Bali, Kamis (21/9/2023). Dalam sehari TPS 3R itu mampu mengolah hingga 700 kilogram sampah rumah tangga dari warga dan sejumlah pengelola akomodasi pariwisata setempat yang diolah menjadi pupuk kompos untuk sampah organik dan memilah sampah anorganik untuk dijual dan didaur ulang guna membantu mengatasi permasalahan sampah di wilayah pedesaan Bali. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/tom. Foto: Antara Foto/Fikri Yusuf

TPS3R Desa Keliki berhasil mengubah kesan tempat sampah yang menjijikkan menjadi mengasyikkan. TPS3R Desa Keliki ditata dengan bagus dan nyaman bahkan ada kolam pancing yang rutin dijadikan tempat memancing setiap pekannya. Unit pengelolaan sampah Desa Keliki ini juga menyerap tenaga kerja 11 orang, sehingga memberikan dampak ekonomi bagi warga setempat.

Wayan Sumada juga melirik pengelolaan desa wisata sebagai tujuan dari wisatawan khususnya mancanegara untuk menggenjot ekonomi desa. Wisata yang ditawarkan Desa Keliki antara lain TPS3R untuk edukasi, kolam pemancingan, dan atraksi budaya sehingga diharapkan banyak wisatawan yang tertarik berkunjung.

"Untuk itu sekarang kita mau menata dan mengelola pariwisata Desa Keliki menjadi sebuah bisnis bagi desa yang tujuannya untuk menambah PAD (pendapatan asli daerah). Kita bergerak bulan lalu buat struktur pengelola desa wisata," kata Wayan penuh semangat.

Panel surya di Desa Keliki juga berperan penting sebagai sumber energi untuk mengalirkan air ke sawah warga. Selain menjadi sumber energi untuk mengoperasikan TPS3R, panel surya juga menjadi sumber energi untuk pompa air di tujuh subak Desa Keliki. Masyarakat Desa Keliki yang bertani tak perlu lagi membawa air jauh-jauh untuk mengairi lahan mereka. Bahkan, air bersih dari subak juga bisa dikonsumsi.

"Dibantu dengan pengadaan solar panel di masing-masing subak fungsinya menggerakkan mesin pompa air untuk membantu irigasi masing-masing subak. Dengan adanya bantuan Pertamina, sumur bor dengan digerakkan mesinnya dengan solar panel nggak perlu bawa air bersih. Air bersih juga bisa untuk minum di sawah, sehingga bawa tempat aja dari rumah," jelas Wayan.

Warga Desa Keliki tak hanya menggantungkan pendapatan dari bertani, ada di antara mereka yang menjadi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan memanfaatkan material dari alam, seperti pelepah pisang yang dijadikan album foto, ecoprint atau pewarna kain dari alam, dan lukisan. Wayan berharap transisi energi di Desa Keliki juga bisa menyentuh UMKM.

"UMKM banyak sekali, salah satunya pembuatan album foto, bahannya dari alam, daun-daun pelepah pisang bisa dibuat album foto dipakai merchandise oleh-oleh tamu, ada ecoprint pewarna kain dari alam, dari daun-daunan di Desa Keliki, lukisan-lukisan tangan kita punya di Desa Keliki," terang Wayan.

Wayan juga berharap unit pengolahan sampah Desa Keliki, TPS3R bisa mandiri karena saat ini sebagian biaya operasional masih berasal dari pemerintah desa dan iuran masyarakat. Hasil pengolahan sampah dari TPS3R diharapkan bisa menjadi produk bernilai jual tinggi, sehingga bisa berdikari.

"Kalau bisa mengolah sampah nonorganik menjadi produk yang bisa kita jual mungkin lebih cepat TPS3R mandiri secara operasional," harap Wayan.

Panel Surya Genjot Ekonomi Warga Desa Keliki Tanpa Waswas Kehabisan EnergiWayan Sumada, Direktur BUMDes Keliki Foto: Dok. BUMDes Keliki

Pertamina Genjot Transisi Energi demi Ekonomi Warga

Vice President CSR & SMEPP PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengatakan program DEB Pertamina dimulai sejak 2019 berawal dari pemetaan sosial terkait kebutuhan masyarakat terhadap akses energi untuk pemberdayaan ekonomi. Program DEB bertujuan untuk mendorong kemandirian energi dan ekonomi masyarakat desa. Selain itu, DEB juga menjadi bagian untuk mencapai nol emisi (net zero emission/NZE) pada 2060.

"Tujuan program ini untuk mendorong kemandirian energi dan kemandirian ekonomi masyarakat. Selain itu, program ini juga sebagai aksi nyata Pertamina untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencapai Net Zero Emission di tahun 2060. Secara umum, program ini sejalan dengan SDGs poin 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), poin 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), dan Poin 13 (Penanganan Perubahan Iklim)," kata Fajriyah kepada detikcom, Selasa (10/10/2023) lalu.

Fajriyah melanjutkan, program DEB Pertamina juga memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengakses energi yang berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat Desa Keliki seperti irigasi sawah hingga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Secara total, lanjutnya, sudah ada 63 program DEB Pertamina yang telah menghasilkan manfaat 201.950 Wp energi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 609.000 m3/tahun energi biogas dan gas metana, 8.000 watt energi mikrohidro, 6.500 liter energi biodiesel per tahun, serta 16.500 Wp energi hibrida Pembangkit Listrik Tenaga Surya dan Angin.

"Selain dampak energi, program Desa Energi Berdikari juga memberikan dampak terhadap perekonomian kepada 3.571 Kepala Keluarga (KK) serta dampak pengurangan emisi karbon sebesar 611.119 ton Co2eq per tahun," jelas Fajriyah.

Panel surya yang dipasang di Desa Keliki dilakukan oleh tim GoGerilya Kementerian ESDM, Society of Renewable Energy (SRE), dan mahasiswa Universitas Udayana. Pemasangan solar PV di Desa Keliki menyumbang pengurangan emisi karbon 37.750 kg C02 per tahun.

Infografis Desa Energi Berdikari PertaminaDesa Energi Berdikari Pertamina Foto: Dok. Tim Infografis - Denny Putra/detikcom

Transisi Energi Jadi Kunci

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menjelaskan transisi energi merupakan perpindahan penggunaan energi fosil ke yang lebih ramah lingkungan. Transisi energi tidak melulu harus ke energi baru terbarukan (EBT), melainkan juga bisa transisi ke kualitas energi yang lebih baik, misalnya dari penggunaan BBM RON 88 ke 95 dan sebagainya.

"Tidak hanya fosil ke EBT, bisa dari fosil ke fosil yang ramah lingkungan, RON 88 ke 95. Pindah ke yang kualitas lebih high," katanya, Senin (16/10).

Apakah transisi energi diperlukan? Komaidi menjelaskan hal itu dilihat dari dua sisi, pertama soal ketersediaan dan yang kedua, lingkungan. Energi dibutuhkan secara terus-menerus, sedangkan sumber daya yang tersedia di alam seperti minyak bumi terbatas. Hal ini yang kemudian mendorong adanya EBT yang bersumber dari tenaga surya, air, angin, panas bumi, dan yang lainnya.

"Targetnya bukan menggantikan energi (fosil), targetnya menjaga suhu maksimal sekian derajat, salah satu instrumen tambah EBT. Kalau ditambah bauran tertentu sudah terjaga ya nggak akan hilang 100% (fosil), belum tentu EBT bisa 100%. Kedua, masih mahal harganya, banyak faktor tidak bisa diganti 100%," ujarnya.

EBT menjadi pilihan yang paling cocok untuk diterapkan di beberapa daerah sesuai dengan potensi energi masing-masing, seperti di Desa Keliki yang memanfaatkan tenaga surya untuk menjadi sumber energi listrik bagi TPS3R dan pompa air. Pemanfaatan EBT juga bisa menggenjot ekonomi warga Desa Keliki dengan biaya seminimal mungkin.

"Jadi, sebetulnya kan ketika ada transisi ini tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, paling utama lebih terpenuhi, kalau di daerah-daerah remote memang EBT lebih compatible bagi daerah yang sebelumnya belum terjangkau listrik," tuturnya.

(ara/ara)

Hide Ads