Harga minyak dunia naik lebih dari 2% pada Jumat lalu. Namun, harga minyak tersebut masih melemah jika dibanding tujuh pekan terakhir.
Dikutip dari Reuters, Minggu (10/12/2023), harga minyak mentah berjangka Brent berada pada level US$ 75,84 per barel, naik US$ 1,79 atau 2,4%. Sementara, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) berada pada US$ 71,23, naik US$ 1,89 atau sebanyak 2,7%.
Pada pekan ini, harga minyak acuan tersebut telah melemah 3,8% setelah mencapai titik terendah pada akhir Juni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelemahan harga minyak dipicu oleh data bea cukai China yang menunjukkan impor minyak mentah China pada November turun 9% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan ini karena tingkat persediaan yang tinggi, indikator ekonomi melemah, dan melambatnya pesanan dari pengilangan yang melemahkan permintaan.
Sementara itu, Data Departemen Tenaga Kerja AS yang dirilis menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang lebih kuat dari perkiraan. Hal ini menjadi tanda kekuatan pasar tenaga kerja yang seharusnya mendukung permintaan bahan bakar.
Data pemerintah pada hari Rabu yang menunjukkan permintaan bensin AS minggu lalu lebih rendah dari rata-rata musiman 10 tahun sebesar 2,5% dan stok bensin naik 5,4 juta barel. Angka ini lebih dari lima kali lipat perkiraan yang menyebabkan harga bensin anjlok.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan syarat agar harga Pertalite bisa turun. Menurutnya, harga Pertalite bisa turun jika harga minyak dunia tembus US$ 60 per barel.
Sebagaimana diketahui, harga Pertalite saat ini Rp 10.000 per liter. Sementara, harga minyak dunia di kisaran US$ 70 per barel.
"Kalau harga minyak di bawah US$ 60, baru. Kaya dulu," ujar Arifin di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (8/12).
(acd/das)