Petani Senyum Semringah Kala Listrik Masuk Sawah

Petani Senyum Semringah Kala Listrik Masuk Sawah

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 14 Des 2023 13:03 WIB
Hamparan sawah menguning siap panen. dikhy sasra/ilustrasi/detikfoto
Foto: Dikhy Sasra
Jakarta -

Syamril tak bisa menutupi kegirangannya setelah sawahnya 'disetrum' oleh PLN sejak 6 tahun yang lalu. Bagaimana tidak, berkat listrik dia bisa melakukan penghematan biaya cukup besar, khususnya untuk urusan pengairan sawah.

Petani asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan ini sudah menjadi pelanggan PLN sejak 2017. Dia memanfaatkan listrik sebagai sumber energi untuk menghidupkan pompa sawahnya.

"Saya mencoba-coba menggunakan listrik untuk pompanisasi, dan hasilnya sungguh luar biasa. Dibandingkan dengan menggunakan gas LPG 3 kg, keuntungan dari listrik sangat banyak," ujar Syamril saat berbincang dengan detikcom, Selasa (5/12/2023) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum beralih ke listrik, Syamril menggunakan gas LPG 3 kg sebagai sumber energi untuk menghidupkan pompanya. Biasanya, ia menggunakan 3 tabung LPG 3 kg untuk menghidupkan pompa seharian. Harga LPG 3 kg per tabungnya sekitar Rp 20 ribu. Dengan demikian, Syamril merogoh kocek sekitar Rp 60 ribu untuk LPG 3 kg dalam sehari. Jika Syamril ingin menghidupkan pompanya selama 5 hari, paling tidak ia harus merogoh kocek Rp 300 ribu.

Saat memakai listrik, Syamril cukup mengisi token Rp 100 ribu untuk menghidupkan pompanya selama 5 hari. Artinya, Syamril merasakan penghematan yang sangat signifikan dari pemanfaatan listrik.

ADVERTISEMENT

"Dulu, pakai gas LPG, dalam satu hari satu malam kita pakai 3 tabung gas 3 kg. Sekarang harga satu tabungnya sudah Rp 20 ribu. Kalau pakai listrik, kita pakai token Rp 100 ribu untuk 4 malam 5 hari," papar Syamril.

SyamrilSyamril Foto: Dok. Syamril

Selain lebih hemat, Syamril juga memperoleh keuntungan lain. Ia kini tak lagi dipusingkan saat LPG 3 kg mengalami kelangkaan. Dia mengatakan, saat kemarau panjang seperti yang terjadi belakangan ini, biasanya gas melon sulit dicari karena banyak diburu.

"Keuntungan menggunakan listrik itu banyak. LPG sulit dicari, terutama saat musim kemarau. Itulah mengapa petani beralih ke listrik yang dapat dijangkau dengan tegangan," jelasnya.

Prosedur pemasangan listrik untuk kegiatan pertanian ini terbilang sederhana. Syamril bercerita, mulanya ia mengusulkan pemasangan listrik ke PT PLN (Persero). Setelah itu, PLN akan melakukan survei ke lokasi dan selanjutnya melakukan pemasangan jaringan. Saat ini, ia menyebut sudah banyak pemasangan jaringan baru ke sawah.

"Kita mengusulkan ke PLN, dan mereka melakukan survei lokasi. Setelah itu, mereka memasukkan jaringan listrik ke sawah kita. Sekarang sudah banyak pemasangan baru," ucapnya.

Misi Mendorong Petani Naik Kelas

Pemasangan listrik untuk kegiatan pertanian ini merupakan bagian dari program PLN yakni Electrifying Agriculture (EA). Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan program EA ini memang terbukti mampu membuat petani Indonesia naik kelas.

Dia menjelaskan program EA ini merupakan salah satu inovasi PLN dengan pemanfaatan energi listrik di bidang agrikultur seperti pertanian, perikanan, perkebunan serta peternakan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional para petani.

"Melalui program ini PLN berupaya menciptakan Creating Shared Value (CSV) bagi masyarakat dan lingkungan sekitar lewat berbagai inovasi teknologi kelistrikan. Electrifying Agriculture merupakan program yang digagas oleh PLN, melalui program ini kami berharap kualitas dan kuantitas produktivitas para petani kita dapat meningkat, maju dan modern," ujar Darmawan.

Sementara itu, Retail Business Manager PLN Megantara Vilanda menjelaskan program EA sudah diluncurkan sejak September 2020. Program ini diluncurkan pada saat pandemi COVID-19 dengan harapan sektor pertanian memberikan kontribusi positif pada perekonomian.

Dia menerangkan, selama ini sektor pertanian memiliki sejumlah tantangan, mulai dari berkurangnya SDM untuk menggarap tanah, lahan kering hingga penyempitan lahan akibat peralihan fungsi. Dari tantangan itulah dibutuhkan pengembangan teknologi pertanian yang perlu suplai jaringan listrik.

"Melalui program Electrifying Agriculture dapat membantu petani menurunkan biaya operasional hingga lebih dari separuh dengan penggunaan energi listrik. Efisiensi tentu memberi nilai ekonomi lebih bagi para petani. Penggunaan energi listrik menjadi bagian dari modernisasi pertanian yang berujung pada peningkatan produktivitas petani. Dengan demikian petani akan lebih sejahtera," terangnya kepada detikcom, Sabtu (9/12/2023).

Megantara menjabarkan ada berbagai contoh manfaat dari program EA di lapangan, mulai dari untuk mesin penghangat ternak ayam, lampu penangkap hama, mesin penggilingan padi, traktor/bajak listrik, mesin pengairan/irigasi listrik, lampu ultraviolet untuk pertanian, mesin otomatis alat pakan ternak, mesin pencacah pakan ternak, mesin untuk produksi pupuk kompos, teknologi pakan ikan otomatis, mesin listrik budidaya ikan hingga cold storage.

Dirinya mencatat hingga November 2023, PLN telah membantu sejumlah 241.712 pelaku usaha di bidang agrikultur dan melakukan penyambungan listrik dengan daya terpasang sebesar 3.647 MVA.

Megantara mengatakan, penggunaan alat mesin pertanian listrik bisa memberikan penghematan lebih dari 50% dibanding menggunakan alat mesin pertanian yang menggunakan BBM. Tak hanya Syamril, banyak petani juga telah merasakan manfaat dari program EA ini.

Dia mencontohkan seperti lahan kilang tebu di Bukittinggi, Sumatera Barat. Dulu petani di sana harus membeli BBM sebesar Rp 350 ribu setiap menggiling 1 ton tebu dengan mesin diesel. Setelah beralih ke mesin giling listrik, petani itu hanya mengeluarkan Rp 90 ribu untuk mengolah tebu dengan hasil yang sama. Artinya, ada efisiensi mencapai 75%.

Lalu, untuk urusan irigasi juga sudah dibuktikan di Desa Wonogiri, Yogyakarta. Para petani di sana dulunya harus membeli BBM sebesar Rp 170 ribu per hari untuk irigasi dengan mesin genset. Tetapi dengan mesin irigasi listrik, hanya butuh Rp 55 ribu per hari. Artinya ada efisiensi mencapai 67%. Beberapa petani tersebut hanya sebagian contoh kecil yang merasakan manfaat program EA, masih banyak yang lainnya.

"Pada umumnya penggunaan alat mesin pertanian listrik bisa memberikan penghematan langsung sekitar 60-75% dari pada alat mesin pertanian BBM. Ke depan akan ada berbagai penghematan, bahkan produktivitas lainnya dengan semakin solidnya ekosistem Smart Agriculture yang memunculkan berbagai value creation dan pengembangan bisnis agriculture," terangnya.

Bagi PLN sendiri program EA sendiri memberikan manfaat dengan menyumbang penjualan tenaga listrik. Tercatat pada 2021 program EA menyumbang tambahan penjualan tenaga listrik sebesar 4,24 TWh atau additional revenue senilai Rp 4,94 triliun. Pada tahun 2022, EA menyumbang tambahan penjualan tenaga listrik sebesar 5,13 TWh atau additional revenue senilai Rp 5,9 triliun.

Pada tahun 2023, hingga bulan November 2023, EA telah menyumbang tambahan penjualan tenaga listrik sebesar 5,12 TWh atau additional revenue senilai Rp 5,87 triliun. Diproyeksikan pada akhir 2023, EA akan menyumbang tambahan penjualan tenaga listrik sebesar 5,6 TWh atau senilai Rp 6,4 triliun.

Menjawab Tantangan Sektor Pertanian

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian menilai program EA memang sudah terbukti sangat bermanfaat untuk sektor pertanian. Bukan hanya untuk pompa air tapi juga untuk penyinaran buah, pemupukan hidroponik hingga penyinaran ternak. Dengan begitu terbukti listrik dapat membantu meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya operasional.

"Akan menekan biaya karena terlebih lagi solar subsidinya makin dikurangi, jadi mahal. Banyak cerita-cerita dari petani yang mengairi dan menggiling gabah dengan mesin tenaga listrik itu hemat bisa hingga 50%," ucapnya saat dihubungi detikcom, Sabtu (9/12/2023).

Menurutnya, elektrifikasi di sektor pertanian ini akan meningkatkan keuntungan bagi petani karena adanya efisiensi. Jika petani semakin untung, diharapkan dapat menarik minat anak muda untuk melirik sektor pertanian. Hal ini sekaligus menjadi jawaban atas persoalan semakin berkurangnya SDM di sektor tersebut.

Eliza menambahkan, sejumlah negara seperti Thailand, Jepang dan China telah melakukan elektrifikasi sektor pertanian demi mendorong produktivitas.

"Jika pertanian menjanjikan keuntungan dan kesejahteraan, anak muda pasti akan melirik sektor ini," pungkasnya.

(acd/das)

Hide Ads