Masing-masing tim sukses calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mengutarakan pandangannya soal kebijakan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indonesia untuk menurunkan emisi karbon. Kubu Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud menilai kebijakan itu tak bisa diterapkan tergesa-gesa, namun kubu Anies - Cak Imin menilai hal tersebut harus segera dipercepat.
"Visi-misi kami bicara mengenai perlu ada percepatan (pensiun dini PLTU)," ucap Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Baswedan-Cak Imin (AMIN), Irvan Pulungan, dalam agenda Menakar Masa Depan Energi yang Berkeadilan di Kawasan Industri Berbasis Nikel yang terlaksana di Hotel Le Meridien, Sudirman, Jakarta Pusat,Selasa (9/1/2024).
Irvan mengatakan suntik mati PLTU perlu dilakukan secepatnya karena sejumlah transmisi listrik di Jawa, Bali, dan Madura sudah mengalami over supply alias kelebihan pasokan listrik. Menurutnya, program tersebut pun harus diakselerasi dengan berbagai pendanaan contohnya Just Energy Transition Partnership (JETP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Irvan menjelaskan bahwa valuasi ekonomi juga harus dilakukan dengan rinci. Sebab, hingga saat ini masih banyak pihak yang kontra terhadap valuasi ekonomi kebijakan suntik mati PLTU. Ia pun menjamin pasangan AMIN akan mencari valuasi yang tepat jika dimandatkan menjadi pemimpin Indonesia pada 2024.
"Pak Capres dan Cawapres bila dimandatkan oleh rakyat berkepentingan untuk memfasilitasi menemukan valuasi yang memang secara metodologis dapat menjawab dan dapat menguntungkan Indonesia," tutur Irvan.
"Jadi bukan hanya menutup tapi bagaimana valuasi itu menguntungkan bangsa Indonesia tidak hanya kita mendapatkan keuntungan dari energi bersih yang tidak berpolusi dan sebagainya," sambungnya.
Kubu AMIN memang ingin mempercepat suntik mati PLTU, namun pendapat berbeda diutarakan dua kubu lainnya yakni Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud MD.
Juru Bicara TKN Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, menilai bahwa upaya pensiun dini PLTU, yang merupakan bagian dari upaya transisi energi, harus disikapi secara realistis.
Eddy mengatakan kebijakan tersebut tidak boleh seolah dipercepat untuk menciptakan citra baik di mata masyarakat, namun juga perlu dijelaskan kendala sebenarnya.
"Kita akan langsung melakukan pensiun dini PLTU, itu kelihatannya baik kepada masyarakat dan publik, itu tentu positif responnya, tetapi coba disampaikan kendalanya apa. Itu perlu dilakukan jadi jangan hanya populis tapi realistis," bebernya.
Eddy mengungkap, saat ini ada sejumlah hal yang membuat kebijakan suntik PLTU dana terhambat. Pertama, kebijakan itu membutuhkan dana besar. Ia mencontohkan pemensiunan PLTU Cirebon-1 yang terletak di Cirebon, Jawa Barat membutuhkan biaya Rp 300 triliun. Sementara pemensiunan PLTU Pelabuhan Ratu yang terletak di Sukabumi, Jawa Barat, butuh Rp 12 triliun.
Persoalan kedua, Eddy mengungkit soal kesiapan pembangkit pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebagai alternatif PLTU. Eddy menilai PLTU tidak bisa ujuk-ujuk ditutup jika tidak ada penggantinya.
"Kalau kita menutup hanya karena oversupply itu dalam kurun waktu 3-5 tahun akan terlampaui. Saya tahu karena bersama PLN sudah lihat angka-angkanya, RUPTL kita bahas sama-sama. Jadi jangan hanya sekedar tutup tanpa ada solusi," tegas Eddy.
Sementara Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md, Edi Sutrisno, sepakat bahwa komitmen suntik PLTU mati harus dilanjutkan. Tapi, ia menilai bahwa hal itu tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru alias harus bertahap.
Pasalnya, Edi mengatakan saat ini masih banyak unit usaha yang menggantungkan diri pada energi fosil. Jika langsung ditutup, ia melihat bahwa keberlangsungan berbagai bisnis tersebut bisa terganggu.
"Penutupan pasti kita tahu komitmennya dan itu akan dilakukan bertahap di pembangkit, itu perlu ada review karena ini bertahap tidak boleh ekstrem. Kalau kita langsung tutup itu bahaya juga buat keberlangsungan usaha-usaha yang masih bergantung dengan itu (PLTU)," imbuhnya.
Alhasil, ia melihat pertimbangan matang dan peninjauan perlu dilakukan untuk menentukan PLTU apa saja yang perlu dipensiunkan secara bertahap. Ia berharap kebijakan ini kelak bisa terlaksana dengan akurat dan betul-betul membawa manfaat bagi rakyat.
"Jangan sampai hanya ingin melakukan penutupan demi applause (tepuk tangan) ya, kita tidak mau melakukan itu, kita tidak mau penutupan hanya untuk applause," pungkas Edi.
(rrd/rir)