Realisasi penurunan emisi mencapai 8,4 juta ton ekuivalen karbondioksida (tCOE) pada tahun 2023. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Jisman Parada Hutajulu.
Jisman menyebut angka ini cukup besar. Penurunan emisi tersebut sebagian besar berasal dari batu bara dengan berhasil mereduksi emisi sebanyak 5,64 juta (tCOE). Adapun dari gas sebesar 1,51 juta tCOE, listrik sebesar 0,85 juta tCOE, dan BBM sebesar 0,42 juta tCOE.
"Nah ini cukup besar. Ada rinciannya darimana 8,4 juta CO2 yang bisa kita reduksi. Ada dari BBM, batu bara, gas dan listrik. Batu bara yang lebih banyak hampir β ," kata Jisman dalam acara Konferensi Pers di Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun berharap ke depannya dapat lebih meningkat lagi realisasi penurunan emisi. Sebab ini sebagai komitmen nasional dalam penurunan emisi sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to UNFCCC dan Perpres No 61 Tahun 2011 tentang RAN-GRK.
Selain itu, Jisman juga mengungkapkan penghematan energi pada tahun 2023 mencapai 10,42 juta setara barel minyak (SBM) dan penghematan biaya sebesar Rp 8,1 triliun. Dia merinci penghematan energi ini dari sektor pembangkit listrik mencapai 3,39 SBM, minyak dan gas bumi sebesar 3,05 juta SBM, dan kimia dan petrokimia sebesar 1,60 juta SBM.
"Sudah kita bisa menghemat 10,42 juta SBM atau setara dengan Rp 8,1 triliun dengan penurunan emisi 8,4 juta tCOE," tambahnya.
Adapun dalam kurun waktu selama tahun terakhir, sebanyak 43 PLTU yang menerapkan cofiring. PLTU ini berlokasi di Jawa sebanyak 13 lokasi, Sumatera 10 lokasi, Kalimantan 8 lokasi, Sulawesi 7 lokasi, dan Nusa Tenggara dan Papua sebanyak 5 lokasi.
Dilansir dari website KESDM, Co-firing merupakan rencana substitusi batubara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa seperti wood pellet, cangkang sawit dan sawdust (serbuk gergaji). Pada tahun 2024, diperkirakan kapasitas total co-firing pada PLTU PLN mencapai 18 GW.
Rencana co-firing ditujukan untuk mendukung pengembangan EBT di Indonesia. Dengan menerapkan co-firing, pemanfaatan EBT dapat dilaksanakan secara cepat tanpa perlu adanya pembangunan pembangkit baru.
(rrd/rir)