Baterai kendaraan listrik Lithium ferrophosphate (LFP) banyak dibandingkan dengan baterai jenis nikel atau nickel manganese cobalt (NMC). Hal itu menjadi perhatian publik setelah disebut calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming dalam debat keempat.
Lantas, mana yang lebih unggul? Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin mengatakan kedua baterai kendaraan listrik tersebut memiliki kualitas yang berbeda.
"Mengenai baterainya apakah LFP dan NMC, ini mungkin sempat ribut gara-gara debat capres ya. Saya juga mau sampaikan dua hal begini, pertama mengenai kualitasnya sendiri. NMC dan LFP itu dua jenis barang yang berbeda," kata Rachmat dalam Sosialisasi Insentif Dalam Rangka Percepatan Investasi KBLBB di Park Hyatt Jakarta, Jumat (1/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak buah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan itu menyebut performa NMC lebih bagus karena lebih tahan di cuaca ekstrem atau musim dingin. Barang tersebut biasa dipakai untuk mobil kelas atas karena harganya lebih mahal.
"Harganya lebih mahal ya apalagi pas harga nikel lagi tinggi-tingginya itu jadi mahal banget. Sama dia lebih tahan extreme weather, extreme temperature jadi kalau dia winter dan sebagainya dia lebih bisa tahan," ungkap Rachmat.
Berbeda dengan LFP yang tidak tahan di cuaca dingin. Keunggulannya yakni harganya lebih murah.
"Jadi kalau di (cuaca) salju tiba-tiba udah habis baterainya. LFP ini keunggulannya dia harganya lebih affordable karena besi itu lebih banyak daripada nikel, tapi ada kekurangannya tadi," ucapnya.
Untuk Indonesia, saat ini fokusnya disebut mendorong elektrifikasi terlebih dahulu. Mau NMC atau LFP bisa digunakan di Indonesia sebagai negara tropis.
"Kita lihat mobil high end rata-rata pakai NMC, tapi low end hari ini untuk mendorong affordability monggo aja pakai LFP, nggak apa. Kita yang penting nanti semua pabriknya baik NMC maupun LFP ada di Indonesia," pungkasnya.
(aid/das)