Bos Petronas Sebut Butuh Modal Jumbo Demi Target Nol Emisi, Segini Nilainya!

IPA Convex 2024

Bos Petronas Sebut Butuh Modal Jumbo Demi Target Nol Emisi, Segini Nilainya!

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 14 Mei 2024 16:02 WIB
Presiden dan CEO Grup Petronas Datuk Tengku Muhammad Taufik dalam acara IPA Convex 2024 di ICE BSD, Selasa (14/5/2024).
Presiden dan CEO Grup Petronas Datuk Tengku Muhammad Taufik/Foto: Shafira Cendra Arini/detikcom
Tangerang -

Presiden dan CEO Grup Petronas Datuk Tengku Muhammad Taufik bicara tentang tantangan besar yang harus dihadapi dalam mewujudkan net zero emission (NZE) di negara-negara berkembang. Menurutnya, transisi energi membutuhkan modal yang tidak sedikit.

Taufik mengatakan, bauran energi hingga nol emisi tidak dapat direalisasikan dalam waktu dekat. Negara-negara berkembang seperti Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah untuk mewujudkannya, utamanya dalam penyediaan infrastruktur dan peningkatan aksesibilitas.

"Di belakang teori bahwa modal hanya akan mengikuti ketika keuntungan muncul, kita harus menerimanya transisi energi adalah upaya padat modal. Seberapa intensif? Harapannya adalah kita perlu mengeluarkan US$ 2 triliun per tahun, setiap tahun hingga tahun 2030, setidaknya di negara-negara berkembang, untuk mencapai net zero pada pertengahan abad," kata Taufik dalam acara IPA Convex 2024 di ICE BSD, Tangerang, Selasa (14/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah ini meningkat lima kali lipat dari jumlah dana iklim yang saat ini berjumlah US$ 400 miliar investasi yang awalnya direncanakan. Taufik menilai, dalam menghadapi kondisi ini investor dan lembaga keuangan, serta pembuat kebijakan perlu bekerja sama untuk bisa mewujudkan target-target bauran energi.

Di samping itu, data International Energy Agency (IEA) mencatatkan ada 775 juta orang di dunia yang kekurangan akses terhadap listrik serta 2,4 miliar orang kekurangan akses bahan bakar memasak yang ramah lingkungan.

ADVERTISEMENT

Taufik mengatakan, dari data tersebut sebagian besarnya hidup di negara-negara berkembang. Ditambah lagi, pertumbuhan permintaan energi terus meningkat melampaui permintaan energi bersih. Angka permintaan energi sendiri tumbuh 60%.

"Idealnya, kita akan berusaha menyediakan akses terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar ini dengan cara segera meningkatkan energi terbarukan, tapi mari kita hadapi kenyataan. Itu tidak bisa dicapai dengan segera," ujarnya.

Berkaca dari hal ini, para pemangku kepentingan perlu memfasilitasi akses terhadap pendanaan transisi, bukan hanya untuk pendanaan bersih teknologi, namun juga proyek-proyek yang mendekarbonisasi sistem energi yang ada.

"Ini di mana selalu ada penggabungan. Menurut kami, kebersihan harus benar-benar nol. Biarkan ketidaksempurnaan menjadi musuh bagus, dan mari kita mulai melakukan sistem dekarbonisasi. Kita membutuhkan energi, dan musuh membutuhkan energi emisi," pungkasnya.

Sebagai tambahan informasi, Indonesia sendiri menargetkan bisa mencapai Net Zero Emission pada 2060. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan bauran EBT di Indonesia mencapai 23% pada 2025.

Selanjutnya, pada 2030 bauran energi primer EBT ditargetkan dapat mencapai 19-21%, lalu pada 2030 sekitar 25-26%, kemudian pada 2040 ditargetkan mencapai 38-41%, hingga pada 2060 mendatang 70-72%.

(shc/ara)

Hide Ads