Dalam industri minyak dan gas tengah ramai program tangkap dan simpan karbon atau Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS). Perusahaan migas juga berlomba-lomba memamerkan program tersebut dalam gelaran IPA Convention & Exhibition atau disebut lebaran migas.
Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center, Belladonna Troxylon Maulianda, mengatakan CCS sederhananya adalah teknologi dekarbonisasi untuk mengurangi emisi karbon. Jadi, karbondioksida (CO2) yang ada di udara ditangkap dan disimpan di bawah tanah.
"Karena kita kan mau net zero emission, terus kita kan ngerasain banget ya tiba-tiba ada tornado di Bandung gitu kan, terus ada pemanasan, kita panas banget sekarang di Jakarta gitu kan. Nah CCS nih salah satu teknologi untuk menghadapi itu gitu," kata dia saat berbincang dengan detikcom di sela-sela IPA Convention & Exhibition di ICE BSD, Tangerang, Rabu (15/5/2024).
Ia meyakini penyimpanan karbon di bawah tanah ini tidak akan bocor, karena kedalamannya sangat besar. Dengan begitu, CCS dinilai mampu mengurangi emisi karbon ke depan.
"Nah simpan ke bawah tanah itu dalam banget loh, kayak 9 kali Monas. Jadi jangan takut kayak bakalan bocor atau apa," lanjutnya.
Belladonna mengatakan CCS maupun CCUS bukan barang baru di sektor migas. Program itu telah lama dilakukan banyak negara, di Norwegia, China, hingga Amerika.
Program itu saat ini tenar, menurutnya karena menjadi satu-satunya cara untuk mengurangi karbon menuju nol emisi karbon. Apalagi saat ini kondisi panas bumi sudah sangat tinggi.
"Secara volume, yang bisa nangkap CO2 paling gede itu CCS. Kita bandingin sama misalnya nanam pohon ya, nanam pohon atau natural base solution itu, kita tuh butuh waktu nunggu pohonnya tumbuh, butuh waktu lahan sekian hektar gitu kan. Nah kalau CCS tuh nggak, kita enggak butuh itu dan bisa langsung dilakuin," ungkapnya.
Sebagai informasi, Indonesia sendiri diprediksi bakal menjadi pemimpin industri penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) serta carbon capture, utilization and storage (CCUS) di kawasan Asia Tenggara.
Secara regulasi, Indonesia dinilai telah siap. Ada sejumlah regulasi yang akan mendukung program tersebut, yakni Perpres Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, kemudian Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2023 Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
(ada/rrd)