Kementerian ESDM mengusulkan lifting minyak dan gas bumi (migas) pada tahun depan 1,583-1,648 juta barel setara minyak per hari (boepd) pada tahun depan. Lifting itu terdiri lifting minyak 580 ribu-601 ribu barel per hari (bopd) dan lifting gas 1,003 juta-1,047 juta boepd.
Di sisi lain, pemerintah memiliki target lifting minyak 1 juta bopd pada tahun 2030. Target 1 juta barel ini pun menjadi sorotan dalam rapat kerja antara Komisi VII DPR dan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Hal ini mengingat sejauh ini target lifting minyak tak tercapai.
Hingga Mei 2024, realisasi lifting minyak 561,9 ribu bopd. Sementara, target lifting pada APBN 2024 sebesar 635 ribu bopd.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu yang menyoroti target lifting minyak 1 juta bopd pada tahun 2030 tersebut ialah Anggota Komisi VII Fraksi Gerindra Ramson Siagian.
"Soal asumsi dasar, bahwa di sini memang lifting gas itu ada peningkatan, tapi memang lifting minyak bumi menurun terus, jadi kalau tadinya ada target-target 2030 1 juta barel per hari itu tinggal mimpi di siang bolong aja," katanya dalam rapat kerja di Komisi VII, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Anggota Komisi VII Fraksi Golkar Bambang Patijaya juga menyoroti target lifting minyak. Dia menyebut, target tersebut terus turun dari tahun ke tahun.
"Lifting minyak bumi ini dalam RAPBN 2025 yang diajukan ini 580-601 ribu bopd. Setiap tahun, kita selalu disodorkan angka untuk turun-turun-turun. Ini kan sesuatu yang menurut saya kok kita seolah menerima begitu saja kenyataan dan dan kemudian proses decline ini berjalan begitu saja," ungkapnya.
Tak hanya itu, Anggota Komisi VII Fraksi PKS Mulyanto juga menyoroti target lifting minyak 1 juta bopd di 2030 tersebut. Ia mengaku, mulanya dibuat gembira terkait target tersebut. Namun, ia menilai, pemerintah tidak memberikan dukungan untuk mencapai target tersebut.
"Saya terus terang salut dengan Pak Dwi (Kepala SKK Migas), ketika pertama kali menyampaikan visinya 1 juta barel, ini visi yang menyentak, betul-betul eye catching, exciting buat kita, sehingga bertahun-tahun DPR terpaku dengan itu, semangat kita, ngegas terus," terangnya.
"Tapi saya menemukan fakta pemerintah tidak mendukung, setengah hati, kondisi makronya tidak kondusif, gerakannya EBT, investasi anjlok, natural declining, pengusaha sebagian besar hengkang ya. Saya rasa, visi Pak Dwi nggak pernah terwujud menjadi Inpres, kelembagaan SKK Migas tetap sebagai sebuah unit kecil yang padahal sudah di judicial review, harusnya udah diganti kelembagaannya itu," paparnya.
Simak juga Video: IPA Convex 2024 Jadi Momentum Bagi Ketahanan Energi Indonesia