PT Freeport Indonesia (PTFI) mengatakan sampai saat ini smelter tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik masih diperbaiki setelah terjadi kebakaran pada Oktober 2024 lalu. VP Government Relation PT Freeport Indonesia (PTFI), Harry Pancasakti mengakui produksi smelter itu memang belum sepenuhnya signifikan berkembang.
"Sedang memulai perbaikan, belum (produksi). Kita produksinya belum signifikan karena baru dimulai. Soalnya konsentrat yang dilebur menjadi anoda, menjadi tembaga, itu kan inventorinya nggak gampang seperti manufaktur. Jadi banyak produk interim yang dihasilkan tapi belum dapat diselesaikan," kata dia ditemui di Hotel Raffles, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024).
Sementara itu, pihaknya masih akan berdiskusi dengan pemerintah terkait target produksi smelter tersebut ke depan. "Karena setiap assessment dilakukan, kemudian ada rencana perbaikan, itu semua kita diskusikan dengan pemerintah, kita sama-sama ingin semua cepat," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, saat ditanya apakah Freeport meminta larangan ekspor tembaga ditunda, Harry mengatakan pihaknya masih terus membahas dengan pemerintah.
"Kita sedang berdiskusi dengan pemerintah dalam hal ini terkait itu, masih on progress," jelasnya.
Untuk diketahui, PT Freeport Indonesia telah buka suara soal kebakaran. Menurut VP VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia, Katri Krisnati, peristiwa tersebut terjadi di KEK Gresik.
"Telah terjadi kebakaran di pabrik asam sulfat smelter PTFI, di KEK Gresik, pada Senin, 14 Oktober 2024 pukul 17.45 WIB," terang Katri dalam keterangan tertulis, Senin (14/10/2024).
Menurut Katri, Tim tanggap darurat PT Freeport Indonesia bergerak cepat menangani peristiwa tersebut. Proses pemadaman juga telah dikendalikan dengan baik.
Kemudian, pemerintah memperpanjang izin ekspor lima komoditas mentah seperti, konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal, dan lumpur anoda (anoda slime). Kelima komoditas itu diperbolehkan untuk diekspor sampai 31 Desember 2024, tetapi akan dilarang mulai 1 Januari 2025.
Kala itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso mengatakan tujuan relaksasi ekspor pertambangan yang dilakukan pemerintah adalah agar tercipta industri pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri yang dapat mengekspor produk pertambangan bernilai tambah.
(ada/ara)