Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) hingga Desember 2024 ini mencapai US$ 1,49 miliar atau Rp 23,13 triliun (kurs Rp 15.530 per dolar AS).
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan berkat realisasi investasi tersebut tingkat bauran EBT terhadap energi nasional mencapai 14%. Angka ini lebih rendah 5% dibandingkan dengan target 2024 yang mencapai 19%.
Sementara itu, untuk 2025 mendatang ia menyebut pemerintah RI membutuhkan realisasi investasi hingga US$ 14,9 miliar untuk memenuhi target peningkatan porsi EBT dalam bauran energi nasional.
"Kalau saya bicara Tahun 2030 Kita perlu US$ 55 miliar. Kalau 2025 Kita perlu US$ 14,9 miliar," kata Eniya saat ditemui wartawan usai acara Malam Apresiasi Kinerja Stakeholder EBTKE Tahun 2024, Selasa (17/12/2024).
Menurutnya kebutuhan investasi ini sudah termasuk dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) maupun non-RUPTL. Adapun RUPTL yang dimaksud merupakan pengembangan energi di luar listrik semisal biogas hingga biodiesel.
"Itu hitungan berdasarkan teman-teman memastikan Investasi yang di RUPTL dan non-RUPTL. Kan ada non-RUPTL Itu kayak biomasa, biogas, itu non-RUPTL karena tidak menghasilkan listrik," jelasnya.
Sebagai informasi, dalam situs resmi Kementerian ESDM sebelumnya Eniya mengungkapkan Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$ 14,02 miliar yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan 8.224,1 Megawatt (MW).
"Sampai tahun 2025 masih perlu 8.224,1 MW atau 8,2 Gigawatt (GW). Di mana ini investasi yang diperlukan adalah USD14 miliar. Terdiri dari berbagai macam jenis EBT, ada biomasa, biogas, sampah, geothermal, air, hidro, baterai, dan seterusnya. Nah, ini yang diperlukan," ujar Eniya dalam keterangan resminya, Senin (9/9/2024) lalu.
(rrd/rrd)