Ekspor Tembaga Dilarang, Penerimaan Bea Keluar Bisa Hilang Rp 11 T

Ekspor Tembaga Dilarang, Penerimaan Bea Keluar Bisa Hilang Rp 11 T

Heri Purnomo - detikFinance
Sabtu, 11 Jan 2025 16:00 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengatakan penerimaan bea keluar pada 2025 akan turun seiring dengan larangan ekspor konsentrat tembaga per 1 Januari 2025.

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC M. Aflah Farobi mengatakan pemerintah tahun ini memproyeksikan penerimaan dari bea keluar hanya Rp 4,5 triliun, turun signifikan dari target 2024 yakni Rp 17 triliun. Pada 2024 penerimaan bea keluar tembus Rp 20,8 triliun.

"Kompsoisinya dari Rp 20,8 triliun tadi sebenarnya yang tembaga itu sekitar Rp 11 triliun lebih sedikit dan yang sawit itu sekitar Rp 9,6 triliun untuk bea keluarnya," katanya dalam acara Media Briefing terkait Kinerja DJBC 2024 dan Strategi 2025 di Jakarta, Jumat (10/1/2025) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan adanya larangan ekspor konsentrat tembaga yang telah ditetapkan 1 Januari 2025, Aflah mengatakan penerimaan bea keluar ditargetkan hanya Rp 4,5 triliun yang hanya mengandalkan dari penerimaan ekspor produk sawit.

"Memang sampai sekarang masih berlaku ketentuan larangan ekspor mineral jadi berdasarkan hal tersebut target tahun 2025 pemerintah ditargetkan untuk bea keluar itu hanya Rp 4,5 triliun ini tentunya sumbernya hanya dari sawit," katanya.

ADVERTISEMENT

Aflah mengakui bahwa untuk mencapai penerimaan bea keluar yang hanya mengandalkan ekspor produk sawit sulit untuk dicapai. Hal ini lantaran tren volume ekspor sawit 2024 sebesar 36 juta ton, jauh lebih rendah dari asumsi awal 39 juta ton.

"Nanti kira-kira dampaknya berapa ini tergantung dari harga CPO di pasaran," katanya.

Sebelumnya, pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) telah memperpanjang izin ekspor lima komoditas mentah seperti, konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal, dan lumpur anoda (anoda slime). Kelima komoditas itu diperbolehkan untuk diekspor sampai 31 Desember 2024, tetapi dilarang mulai 1 Januari 2025.

Kala itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso mengatakan tujuan relaksasi ekspor pertambangan yang dilakukan pemerintah agar tercipta industri pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri yang dapat mengekspor produk pertambangan bernilai tambah.

"Relaksasi kebijakan dan pengaturan ekspor atas beberapa komoditas produk pertambangan, seperti konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal, dan lumpur anoda penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian berusaha di dalam negeri, menciptakan iklim usaha yang baik, dan meningkatkan ekspor atas produk yang bernilai tambah," ungkap dia dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (6/6/2024).




(ara/ara)

Hide Ads