Pertamina Buka Suara Soal Kasus Tata Kelola Minyak Mentah di Kejaksaan Agung

Pertamina Buka Suara Soal Kasus Tata Kelola Minyak Mentah di Kejaksaan Agung

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 11 Feb 2025 14:24 WIB
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso - Foto: detikcom/Herdi Alif Al Hikam
Bali -

PT Pertamina buka suara soal kasus dugaan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023. Kasus ini sedang didalami oleh Kejaksaan Agung.

VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso mengatakan pihaknya akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan soal kasus ini.

Fadjar juga mengatakan pihaknya siap untuk berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung apabila ada data-data atau keterangan lain yang dibutuhkan untuk proses hukum yang sedang berjalan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami Pertamina memang memandangnya ya kami hormati dulu apa yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan penyidik Kejaksaaan Agung. Jadi untuk saat ini kami hormati dulu apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, sambil jika memang diperlukan data dari Pertamina, kami akan siap untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum," sebut Fadjar ditemui di The Patra Resort, Badung, Bali, Selasa (11/2/2025).

Dia mengungkapkan selama ini semua aksi korporasi maupun pengadaan di tubuh Pertamina sudah mengikuti proses good corporate governance (GCG) dan juga sesuai aturan yang berlaku.

ADVERTISEMENT

"Tapi kami terus sampaikan juga kan, sering kali kami sampaikan kalau sebenarnya kami berprinsip setiap melakukan pengadaan, aksi korporasi, tentu kami sesuai dengan prinsip GCG dan juga aturan yang berlaku," beber Fadjar.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023.

Menurut Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar duduk perkara kasus ini terjadi pada 2018, kala itu dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Aturan itu bertujuan agar PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri lewat kontrak-kontrak kerja sama atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) swasta, tapi itu tak dilakukan.

"Jika penawaran tersebut ditolak oleh Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor," kata Harli kepada wartawan di kantor Kejagung RI, Jakarta Selatan, Senin (10/2/2025) kemarin.

Dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan PT Pertamina dalam hal ini sub-holding-nya yakni Integrated Supply Chain (ISC) atau PT KPI berusaha menghindari kesepakatan pada saat penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara.

"Jadi, mulai di situ nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya ya. Bahwa minyak mentah dan kondensat bagian negara atau MMKBN yang dilakukan ekspor dengan alasan COVID-19 karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang," ujar Harli.

Dalam hal ini, PT Pertamina alih-alih memenuhi kebutuhan lewat kilang minyak dalam negeri, PT Pertamina malah melakukan impor minyak. Sedangkan KKKS swasta justru mengekspor minyak pada waktu yang sama.

"Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang. Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah di kilang, harus digantikan dengan minyak mentah impor yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah," jelasnya.

(hal/kil)

Hide Ads