Dua perusahaan minyak dan gas (migas) Malaysia, Petros milik pemerintah Negara Bagian Sarawak dan Petronas milik pemerintah federal, tengah menghadapi kebuntuan dalam perundingan terkait hak distribusi hasil gas di Borneo alias wilayah Negeri Jiran yang berada di Pulau Kalimantan.
Sebelumnya pemerintah Sarawak telah menunjuk perusahaan migas milik negara bagian itu, Petros, sebagai satu-satunya agregator gas negara bagian tersebut berdasarkan Ordonansi Distribusi Gas 2016 pada Februari 2024. Namun hal ini dinilai pemerintah federal Malaysia telah secara langsung menantang kewenangan yang telah lama dipegang oleh Petronas.
Perebutan hak distribusi gas antara Petros dengan Petronas ini menjadi semakin panas mengingat negara bagian Sarawak memiliki sekitar 60% cadangan gas Malaysia dan menyumbang hampir 90% ekspor LNG negara. Sehingga pemerintah Sarawak merasa perlu memiliki kewenangan tersendiri dalam hal distribusi gas mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir CNA, Rabu (12/2/2025), perebutan hak distribusi ini bermula saat Perdana Menteri Sarawak Abang Johari Openg mengatakan bahwa negara bagian Malaysia yang terletak di Borneo atau Pulau Kalimantan ini memiliki kewenangan untuk membuat keputusan atas distribusi sumber daya minyak dan gas di wilayahnya.
Pernyataan ini disampaikan Abang Johari sekitar seminggu setelah pemerintah Malaysia mengisyaratkan bahwa perusahaan minyak nasional Petronas akan tetap menjadi satu-satunya penjaga cadangan minyak dan gas di Negeri Jiran.
Menurutnya meski Sarawak "menerima" Undang-Undang Pengembangan Perminyakan (PEP) Malaysia tahun 1974 - yang menetapkan bahwa Petronas memiliki kendali eksklusif atas eksplorasi dan distribusi migas di Malaysia, pemerintah negara bagian itu tetap harus memiliki andil dalam pelaksanaan distribusi sumber daya energi ini.
"Itulah sebabnya kami membentuk Petroleum Sarawak Berhad (Petros) dan Petros akan bekerja sama dengan Petronas, dan kami memiliki suara dalam distribusi gas," kata Abang Johari pada Senin (10/2) kemarin.
Abang Johari menjelaskan dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada 7 Januari lalu, keduanya sepakat untuk memberikan wewenang kepada Petros sebagai agregator gas. Kemudian baik perusahaan maupun pemerintah Sarawak telah sepakat bahwa mereka tidak akan mengganggu peran dan operasi Petronas di bawah PEP.
"Akhir-akhir ini, Perdana Menteri Malaysia telah sepakat bahwa Petros akan menjadi agregator gas (di Sarawak)," terangnya lagi.
Namun pembagian hak distribusi gas kedua perusahaan migas Malaysia ini menjadi kisruh setelah Menteri Hukum dan Reformasi Kelembagaan Azalina Othman Said mengatakan bahwa pengakuan Petronas terhadap Petros milik pemerintah Sarawak sebagai pengumpul gas negara tidak termasuk gas alam cair (liquified natural gas/LNG).
Ini menandai kemunduran besar bagi pemerintah Sarawak dalam upayanya untuk mendapatkan lebih banyak kendali atas sumber daya alamnya. Bahkan pernyataan Azalina ini disebut telah menimbulkan keresahan bagi Abang Johari, yang pada akhirnya harus meminta Wakil Perdana Menteri Fadillah Yusof untuk menangani situasi di tingkat pemerintah federal.
Simak Video 'Menguak Rahasia Untung Kilang Minyak Paling 'Rumit' Se-Indonesia (Part 1)':
(fdl/fdl)