PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) meminta fleksibilitas ekspor konsentrat tembaga hingga Desember 2025 ini. Permintaan ini diajukan seiring proses commissioning smelter yang berjalan lebih lambat dari rencana, sehingga ada sisa konsentrat yang idle alias belum bisa diolah.
Presiden Direktur Amman Mineral Rachmat Makkasau mengatakan saat ini kapasitas operasional smelter yang dibangun oleh anak usahanya, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), baru mencapai sekitar 48%.
Dalam hal ini ia menyebut fasilitas smelter yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini total memiliki kapasitas pengolahan 900.000 ton konsentrat tembaga per tahun, dengan target produksi 220.000 ton katoda tembaga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, smelter yang memulai proses commissioning sejak Juni 2024 ini juga mampu menghasilkan produk sampingan seperti 830.000 ton asam sulfat, 18 ton emas batangan, 55 ton perak, dan 77 ton selenium.
"Semenjak Juni 2024 commissioning sudah berjalan. Proses commissioning berjalan lambat karena kami melakukan berbagai upaya untuk memastikan tidak terjadi hal yang kita tidak inginkan," kata Rachmat dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2).
Lebih lanjut, Rachmat menjelaskan kehati-hatian perusahaan dalam mengoperasikan smelter ini dikarenakan kompleksitas teknologi yang digunakan. Selain itu pihaknya juga masih belum handal dalam menggunakan teknologi ini sehingga rawan terjadi kendala.
"Jadi kami memakai teknologi double-bash dari Yanggu, China. Kemudian kita combine dengan beberapa teknologi provider. Di sana juga ada Merin, dan juga Metsun, atau Ototec," terang Rachmat.
"Karena ini adalah teknologi yang baru yang memang sangat berbeda dengan kemampuan kami sebagai penambang. Saat ini operasi smelter ada pada kisaran sekitar 48%," ucapnya lagi.
Akibatnya sekitar 200 ribu ton konsentrat tembaga milik perusahaan belum bisa diolah dan hanya tersimpan di dalam gudang alias menjadi idle.
"Saat ini bisa saya sampaikan juga bahwa kami ada inventory sekitar 200 ribu ton konsentrat yang sebenarnya bisa dijual kalau memang diizinkan untuk ekspor dan bisa dimaksimalkan juga untuk pendapatan negara," kata Rachmat.
Menurut Rachmat, dengan kapasitas operasi yang masih di bawah target, Amman menilai relaksasi ekspor konsentrat akan membantu menjaga produksi dan operasional perusahaan.
Sebab pemerintah dapat memberikan izin ekspor bagi beberapa perusahaan tambang yang smelternya belum mencapai target operasi penuh hingga Desember 2024 kemarin akibat kondisi kahar, seperti PT Freeport Indonesia yang salah satu fasilitasnya sempat mengalami kebakaran.
"Namun demikian yang tadi saya sampaikan, saat ini kapasitas kami masih di sekitar 48%. Dengan itu kami juga berharap dapat diberikan fleksibilitas untuk melakukan ekspor (konsentrat) mengingat banyaknya ketidakpastian dalam proses commissioning ini," papar Rachmat.
"Harapan kami progres commissioning dan start up bisa berjalan dengan baik dan cepat sehingga produk kami bisa diserap," pungkasnya.
(fdl/fdl)