Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberikan izin relaksasi ekspor konsentrat tembaga untuk PT Freeport Indonesia imbas kebakaran fasilitas smelter di Gresik, Jawa Timur.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan saat ini Freeport sudah membuktikan bahwa kebakaran yang terjadi di salah satu smelternya karena kondisi kahar alias di luar kendali manusia.
Kondisi kahar tersebut juga sudah terbukti dari hasil investasi Kementerian ESDM dan pihak Kepolisian. Hal ini menjadi penting mengingat salah satu syarat mendapat relaksasi ekspor memang kendala yang dihadapi perusahaan terjadi di luar kendali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, ia mengatakan pembuktian ini tidak serta merta langsung membuat Freeport berhak mendapatkan relaksasi ekspor seperti yang dimintakan. Sebab pemberian ini masih harus dibahas lebih jauh dengan Kementerian/Lembaga terkait lainnya.
"(Izin relaksasi ekspor?) Belum. Maksudnya gini, buktikan kalau itu kondisi kahar. Kondisi kaharnya apa? Lalu kemudian kalau misalnya itu keputusannya lewat rakor dan lewat ratas. Bukan di Kementerian ESDM saja," kata Tri saat ditemui wartawan di Kompleks DPR RI, Rabu (19/2/2025).
"(Pembahasan?) setahu saya sudah. (Izin akan dikasih?) kalau kepastian itu hanya milih yang di atas," jawabnya singkat saat ditanya kepastian pemberian izin ini.
Lebih lanjut saat ditanya terkait apakah Kementerian ESDM akan memberikan izin sesuai permintaan relaksasi ekspor konsentrat sesuai permintaan Freeport sebesar 1,3 juta ton, ia hanya meminta untuk mengkonfirmasi hal ini ke pihak terkait.
"Nggak usah ngomong-ngomong jumlahnya dulu, dikasih apa nggak belum kok. Kalau sudah diomongin boleh-boleh saja, kata Tri.
"Kalau Pak Tony confident akan dikasih itu kan kata Pak Tony. Kan (izin) belum dikasih sampai sekarang," sambungnya.
Sebagai informasi, Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas sempat mengatakan potensi ekonomi dari relaksasi ekspor konsentrat tembaga yang tertahan imbas fasilitas smelter di Gresik terbakar.
Potensi pendapatan ini berasal dari 1,5 juta ton konsentrat tembaga jadi terbengkalai karena tidak bisa diolah. Di mana menurutnya jumlah konsentrat itu bernilai sekitar US$ 5 miliar atau Rp 81,73 triliun.
Secara rinci dari US$ 5 miliar itu, US$ 4 miliar atau Rp 65,3 triliun di antaranya merupakan potensi penerimaan negara. Sedangkan US$ 1 miliar lainnya potensi pemasukan perusahaan.
Khusus potensi pendapatan negara ini terdiri dari potensi dividen senilai US$ 1,7 miliar atau Rp 28 triliun, pajak senilai US$ 1,6 miliar atau Rp 26 triliun, bea keluar ekspor US$ 0,4 miliar atau Rp 6,5 triliun, dan royalti senilai US$ 0,3 miliar atau Rp 4,5 triliun.
"kalau kita nilai dengan harga yang sekarang ini, itu nilainya bisa lebih dari US$ 5 miliar. Di mana dari US$ 5 miliar itu pendapatan negara berupa bea keluar, royalti, dividen, pajak perseroan badan itu bisa mencapai US$ 4 miliar atau Rp 65 triliun," papar Tony.
Tonton juga Video: Prabowo Bertemu Pemimpin Freeport hingga Chevron, Bahas Investasi di RI
(fdl/fdl)