Ada juga jawaban lain. Sebagian minyak kita itu kualitas tinggi. Harganya mahal. Lebih baik diekspor, lalu kita impor minyak yang lebih murah. Ada selisih. Tetapi, setelah dihitung, ini yang mungkin ditemukan Kejagung, jatuhnya impor lebih mahal. Ini karena ada beban komponen biaya lain, yaitu biaya transportasi, asuransi, bea masuk, dan selisih kurs. Argumen ini gugur.
Keempat, menurut saya, sumber masalah sebenarnya adalah cengkeraman mafia minyak, yang selama ini menguasai pengadaan impor minyak dan BBM. Karena kita tetap harus impor, siapa pun pejabat Pertamina harus berurusan dengan mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bisa saja, awalnya, mereka tidak punya jahat. Tetapi, karena takut melawan mafia, mereka terjerumus dalam lingkaran setan permainan.
Yang disebut dengan kerugian negara Rp193,7 triliun itu memang besar sekali. Tetapi, saya tidak yakin mereka mereguk keuntungan sebesar itu. Paling remah-remahnya. Yang menikmati tetap mafia minyak.
Anda tahu salah satu nama tersangkanya, MKAR, anak dari tokoh kondang di bisnis ini, Riza Chalid. Nama ini nyaris tidak tersentuh, selama puluhan tahun. Sekarang, namanya mulai terseret, meskipun melalui anaknya. Bisa jadi yang bersangkutan tetap aman. Kita tunggu babak selanjutnya.
Muhammad Kholid Syeirazi
Direktur Eksekutif Center for Energy Policy
Simak Video "Video: Pertamina Minta Masyarakat Tak Khawatir soal Kualitas BBM Selama Mudik"
[Gambas:Video 20detik]
(ang/ang)