Pasal 17A
(1) Dalam hal belum terdapat penetapan tata ruang dan/atau kawasan, penetapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 menjadi dasar bagi penetapan pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan.
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(3) Dalam hal terdapat perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan, WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara tetap berlaku dan tetap dapat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral logam dan Batubara.
(4) Dalam rangka peningkatan nilai tambah/hilirisasi Mineral logam dan Batubara, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat melakukan perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan.
(5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan Pasal 22A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22A
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WPR yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal terdapat perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WPR yang telah ditetapkan, WPR tetap berlaku dan tetap dapat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat.
5. Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31A
(1) Penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan setelah memenuhi kriteria:
a. pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. ketahanan cadangan;
c. kemampuan produksi nasional; dan/atau
d. pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
(2) Dalam hal belum terdapat penetapan tata ruang dan/atau kawasan, penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi penetapan pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan.
(3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal terdapat perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan, WIUPK tetap berlaku dan tetap dapat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan.
(5) Dalam rangka peningkatan nilai tambah/hilirisasi Mineral dan Batubara, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat melakukan perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan.
(6) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUPK yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Setelah ayat (4) Pasal 35 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
(1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian:
a. nomor induk berusaha;
b. sertifikat standar; dan/atau
c. izin.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. IUP;
b. IUPK;
c. JUPK sebagai Kontrak/Perjanjian; Kelanjutan Operasi
d. IPR;
e. SIPB;
f. izin penugasan;
g. Izin Pengangkutan dan Penjualan;
h. IUJP; dan
i. IUP untuk Penjualan.
(4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) mengikuti sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.