Pemerintah Mau Genjot Porsi Impor Migas dari AS, Pertamina Minta Hal Ini

Pemerintah Mau Genjot Porsi Impor Migas dari AS, Pertamina Minta Hal Ini

Retno Ayuningrum - detikFinance
Kamis, 22 Mei 2025 15:23 WIB
Rapat Komisi VI bersama Dirut Pertamina dan PLN
Foto: Retno Ayuningrum
Jakarta -

Pemerintah berencana meningkatkan porsi impor minyak dan gas bumi (migas) dari Amerika Serikat (AS). Sejalan dengan itu, PT Pertamina (Persero) meminta pemerintah untuk membuat payung hukum sebagai dasar pelaksanaan kerjasama suplai energi bagi Pertamina.

Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri mengakui kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif resiprokal ke mitra dagangnya berdampak langsung pada arus perdagangan migas. Saat ini, Pertamina telah memiliki kerjasama Amerika Serikat (AS) untuk supply komoditas migas, yaitu untuk minyak mentah sekitar 4% dari total impor Indonesia dan LPG sekitar 57% dari total impor dengan nilai transaksi hingga US$ 3 miliar per tahun.

"Namun sebagai bagian dari negosiasi pemerintah Pertamina diminta untuk mengkaji portofolio impor migas saat ini dengan skenario peningkatan porsi dari Amerika Serikat melalui pengalihan dari negara lain. Perlu kami sampaikan dan garis bawahi bahwa pengalihan ini bersifat shifting sumber pasokan bukan penambahan volume impor," kata Simon saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait rencana pengalihan impor tersebut, Pertamina telah melakukan koordinasi bersama tim perunding pemerintah. Simon menjelaskan saat ini Pertamina sedang menjajaki ketersediaan suplai dari Amerika Serikat yang sesuai baik dari sisi kualitas volume maupun aspek komersial yang tetap kompetitif.

Simon menilai rencana peningkatan porsi impor migas dari Amerika Serikat tidak lepas dari berbagai tantangan teknis dan risiko yang harus dipertimbangkan secara matang, baik dari segi logistik dan distribusi kesiapan infrastruktur hingga aspek keekonomian untuk mitigasi risiko.

ADVERTISEMENT

Adapun risiko utama, yakni dari sisi jarak dan waktu pengiriman dari Amerika Serikat yang jauh lebih panjang, yaitu sekitar 40 hari dibandingkan sumber pasokan dari Timur Tengah ataupun negara Asia. Menurut dia, apabila terjadi kendala faktor cuaca, seperti badai ataupun kabut, akan berdampak langsung pada ketahanan stok nasional.

Untuk itu, pihaknya sedang melakukan kajian komprehensif mencakup aspek teknis, komersial, dan risiko operasional. Hal ini guna memastikan bahwa skenario peningkatan suplai dari Amerika Serikat dapat dilakukan secara efektif.

"Selain itu juga, kami memerlukan dukungan kebijakan dari pemerintah dalam bentuk payung hukum baik melalui Peraturan Presiden maupun Peraturan Menteri sebagai dasar pelaksanaan kerja sama suplai energi bagi Pertamina," tambah Simon.

"Komitmen kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Amerika Serikat akan memberikan kepastian politik dan regulasi dan selanjutnya dapat diturunkan ke dalam bentuk kerja sama business to business di level teknis dan operasional antar perusahaan," imbuh dia.

Simak juga Video: Prabowo: Negara Kita Sesungguhnya Tak Perlu impor BBM Sama Sekali

(acd/acd)

Hide Ads