Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengaku telah membuka pembicaraan kepada CATL untuk membuka jalan bagi Indonesia menambah porsi di proyek baterai raksasa.
Seperti diketahui CATL yang membuat konsorsium bersama Brunp dan Lygend (CBL) berkolaborasi dengan Antam dan Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk menggarap proyek pengembangan ekosistem baterai listrik terintegrasi.
Proyek ini dapat memproduksi baterai untuk kendaraan listrik hingga kapasitas maksimal 15 Gw dari hulu ke hilir. Kapasitas produksi sebesar itu menurut Bahlil dapat digunakan untuk 250-300 ribu kendaraan listrik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proyek besar itu terdiri dari beberapa subproyek. Bahlil bilang saham Indonesia hanya dominan di subproyek pertambangannya saja. Indonesia ingin agar ada tambahan saham di subproyek pengelolaan nikel, baik di subproyek HPAL dan juga smelter.
Menurutnya sejauh ini CATL dan konsorsiumnya tidak ada masalah bila Indonesia mau menambah saham di proyek tersebut.
"Kita kolaborasikan 51% saham BUMN yang sekarang ada di ANTAM, di hulunya, di tambangnya, kemudian di HPAL, kemudian smelter Itu kurang lebih sekitar 31% dan 36%," sebut Bahlil dalam groundbreaking proyek tersebut, Minggu (29/6/2025).
"Saya sudah bicara dengan mereka untuk potensi kepentingan saham negara lagi, dan mereka pada prinsipnya tidak ada masalah," katanya melanjutkan.
Sebagai informasi, ekosistem baterai listrik hasil kerja sama perusahaan Indonesia dan China ini mencakup enam sub-proyek utama. Lima di antaranya bertempat di Kabupaten Halmahera Timur dan satunya lagi di Kabupaten Karawang.
Pertama, di Halmahera, Antam bekerja sama dengan Hong Kong CBL Limited (HK CBL) resmi membentuk perusahaan patungan PT Feni Haltim (PT FHT) untuk mengembangkan kawasan industri energi baru di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.
Kawasan Industri ini mencakup lima subproyek utama, yaitu, pertambangan nikel, proyek smelter pirometalurgi, proyek smelter hidrometalurgi, proyek Bahan Baterai dengan produk Bahan Katoda Nickel Cobalt Manganese (NCM), hingga proyek daur ulang baterai menghasilkan produk Nikel Cobalt Mangan Sulfat dan Lithium dan Lithium Karbonat. Bahlil ingin agar Indonesia menambah porsi saham pada pengolahan nikel setelah pertambangan.
Kedua, berlokasi di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat telah dimulai proyek pengembangan pabrik baterai Lithium Ion yang merupakan Perusahaan Patungan antara Indonesia Battery Corporation (IBC) dan Konsorsium CBL. Proyek ini dibangun di kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Kabupaten Karawang dengan luas 43 Ha, proses pembangunan sudah dimulai sejak bulan November 2024.
Bahlil melanjutkan kerja sama perusahaan Indonesia dan China ini sesungguhnya adalah realisasi dari gagasan awal untuk melakukan kolaborasi antara negara yang punya sumber daya alam dengan negara yang punya teknologi dan pasar.
Indonesia menurutnya kaya akan sumber daya alam pembentuk baterai. Seperti nikel, mangan, hingga kobalt. Tetapi teknologi pengembangannya yang memang belum terlalu dimiliki secara komprehensif. Maka dari itu Indonesia mengajak perusahaan China untuk bekerja sama.
"Karena itu, kita lakukan kerja sama dengan teman-teman dari Tiongkok, khususnya CATL. CATL ini adalah pemain baterai mobil terbesar di dunia," sebut Bahlil.
(hal/kil)