Pemerintah tengah menggodok agar denda keterlanjuran juga menyasar sektor pertambangan seperti batu bara dan nikel, tidak hanya sektor sawit. Hal ini menyusul masih banyak pengusaha yang melanggar hukum.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu mengatakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam (SDA), seperti timah, emas, bauksit, dan batu bara memberikan andil hingga 65%. Menurut Anggito, masih ada langkah untuk mengerek PNBP, salah satunya menegakkan hukum.
"Sebetulnya yang terjadi adalah gini, banyak masalah-masalah penegakan hukum, masalah ini. Bukan kita diam saja karena asumsinya harga turun, tapi sebetulnya masih banyak piutang PNBP," kata Anggito dalam talkshow bersama Chairman CT Corp Chairul Tanjung dengan tajuk 'Membaca Arah Ekonomi dan Kebijakan Fiskal 2026', Jumat (15/8/2025).
Pihaknya menargetkan tahun ini mendapatkan Rp 1,2 triliun dari penegakan hukum di sektor sawit yang banyak terjadi pelanggaran Hak Guna Usaha (HGU) kehutanan.
"Nah, ini akan diperluas ke lahan-lahan lain, untuk komoditi lain, khususnya batu bara, dan nikel, dan sebagainya. Jadi, dari sisi penegakan hukum, mudah-mudahan kita bisa mendapatkan lebih, dari situ," terang dia.
Lebih lanjut, Anggito tengah menggodok denda keterlanjuran di sektor pertambangan, seperti batu bara. Pemerintah sebelumnya telah menerapkan denda keterlanjuran di sektor sawit, mengacu pada aktivitas perkebunan sawit yang dilakukan di kawasan hutan tanpa izin yang sah.
"Di sisi pelanggaran-pelanggaran HGU, khususnya di sawit dan batu bara. Nah, ini kita sedang menggodok mengenai denda keterlanjuran. Ini mudah-mudahan bisa kita realisasikan sehingga mereka yang melanggar hukum itu bisa membayar denda keterlanjuran dan pemerintah itu step in, kalau ada pelanggaran seperti ini, kasus-kasus penegakan hukumnya harus tetap ditegakkan," jelas dia.
(rea/ara)