PT PLN (Persero) menyampaikan tujuh pokok usulan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagalistrikan. Sebagai informasi, saat ini Komisi XII DPR RI tengah membahas merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Direktur Legal dan Manajemen Human Capital PLN, Yusuf Didi Setiarto mengatakan, poin pertama yang diusulkan terkait pemberian penugasan kepada BUMN Ketenagalistrikan untuk melaksanakan public service obligation atau PSO.
PLN meminta undang-undang baru menegaskan peran mereka sebagai pelaksana PSO. Hal ini penting karena setelah lahirnya Undang-Undang BUMN Nomor 1 Tahun 2025, struktur hukum PLN tidak lagi sama dengan sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi pemberian penugasan kepada BUMN Kelistrikan untuk pelaksanaan PSO ini. Jadi, kita tahu bahwa di undang-undang BUMN yang baru, Undang-Undang 1 2025, secara legal structure itu tidak sama lagi dengan struktur undang-undang yang lama. Kalau dulu berada dalam satu rumah pengelolaan keuangan negara, sekarang itu terpisah," ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025).
Artinya, ketika PLN harus menjalankan mandat PSO, maka klasifikasinya harus jelas, apakah rakyat tertentu atau semua konsumen PLN. Kejelasan terkait status subsidi dan kompensasi juga penting dilakukan demi menyeimbangkan dampak keuangan terhadap PLN.
"Apakah dia berada di rezim subsidi atau kompensasi? Jadi ini menjadi penting. Kalau memang dua-duanya harus diemban oleh PLN, tentu harus dicarikan apa yang bisa mem-balance dampak keuangan kepada PLN," jelas Didi.
Tonton juga video "PLN Jamin Pasokan Listrik di Kawasan Rebana Aman" di sini:
Jual Beli Listrik Lintas Negara
Usulan yang kedua terkait jual beli listrik lintas negara. Menurut Didi, karena Indonesia berada dalam ekosistem negara tetangga dan menjadi bagian dari ASEAN Power Grid, maka jual beli tenaga listrik antar negara menjadi keniscayaan.
"Pertanyaannya adalah, strategi negara seperti apa yang kita mau undangkan di dalam undang-undang yang baru nanti ini? Apakah setiap pelaku usaha bisa mengakses market tersebut atau dikonsolidasikan mengalami perusahaan negara? Ini menjadi penting buat kita agar kita bisa mengoptimalkan potensi ekonomi yang ada di sisi Indonesia," bebernya.
Ia mencontohkan saat Indonesia mengekspor gas ke Singapura melalui Pertamina. Menurut Didi, jika Indonesia mengakses pasar Singapura secara individu maka Indonesia akan didikte oleh pasar Singapura.
"Karena dia sudah pakai market clearing, tapi kalau ini di bawah G2G dan dimandatkan kepada satu BUMN untuk bisa mengkonsolidasikan kekuatan nasional, maka kitalah yang mengatur main dengan Singapura, bukan sebaliknya," jelas Didi.
Poin ketiga yang diusulkan adalah soal wilayah usaha atau wilus. Didi meminta wilus yang sudah didapatkan harus dijalankan dan jangan ditelantarkan.
"Ini lebih kalau sudah dapat wilus ya dijalankan, jangan ditelantarkan, karena kasihan PLN tidak bisa masuk, rakyat di sana juga tidak terlayani," sebut dia.
Usulan keempat adalah penggunaan teknologi rendah emisi (superficial/ultra-superficial boiler, co-firing biomassa dan gasifikasi batu bara) dan atau pengurangan karbon (carbon capture, utilization, and storage/CCS/CCUS).
Usulan kelima adalah pendanaan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik. Usulan keenam pengutamaan energi primer untuk sektor ketenagalistrikan (gas, batu bara, dan biomassa), dan usulan ketujuh adalah pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan (EBT/nuklir).
"Besar harapan kami ada keberpihakan secara clear di dalam UU Ketenagalistrikan ini nantinya mengenai bagaimana posisi energi primer yang ada di Indonesia bisa diprioritaskan untuk ketenagalistrikan. Untuk PLTN, ini juga menjadi masa depan kita karena memang relatif lebih murah, sehingga ini perlu didorong dan ditegaskan dalam UU yang baru nantinya," tutupnya.