Ini Proyek PLTU Kalbar yang Bikin Adik JK Tersandung Kasus Korupsi

Ini Proyek PLTU Kalbar yang Bikin Adik JK Tersandung Kasus Korupsi

Heri Purnomo - detikFinance
Senin, 06 Okt 2025 21:33 WIB
Bareskrim Polri resmi menetapkan Halim Kalla dan Fahmi Mochtar, mantan Direktur Utama PLN periode 2008–2009, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.
Mabes Polri menetapkan Halil Kalla, adik Wapres Jusuf Kalla, tersangka kasus korupsi PLTU Kalbar.Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Mabes Polri menetapkan Halim Kalla, yang merupakan Presiden Direktur PT Bumi Rama Nusantara (BRN), tersangka kasus korupsi. Halim Kalla adalah adik mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK).

Halim Kalla tersandung dugaan kasus korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (2x50MW) di Desa Jungkat Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat periode 2008-2018.

Kakortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Cahyono menyampaikan adanya tindak pidana korupsi tersebut karena dalam awal perencanaan ini sudah terjadi permainan pengaturan kontrak proyek tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Artinya ada permufakatan di dalam rangka memenangkan pelaksanaan pekerjaan, setelah dilakukan kontrak, kemudian ada pengaturan-pengaturan sehingga ini terjadi keterlambatan yang mengakibatkan sampai dengan tahun 2018 itu sejak tahun 2008 sampai 2018 itu diadendum," ujar Kakortas Tipidkor Polri, Irjen Cahyono Cahyono dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Senin (6/10/2025) dikutip dari detikNews.

Kasus ini bermula pada tahun 2008, dimana PT. PLN (Persero) mengadakan Lelang (ulang) untuk pekerjaan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2x50 MegaWatt. Akan tetapi sebelum pelaksanaan Lelang tersebut, diketahui bahwa pihak PLN melakukan permufakatan dengan pihak calon penyedia dari PT. BRN dengan tujuan untuk memenangkan PT. BRN dalam Lelang PLTU 1 Kalbar.

ADVERTISEMENT

Dalam proses lelang tersebut, diketahui bahwa Panitia Pengadaan PLN telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN, Alton, OJSC, meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis.

Selain itu, diduga kuat bahwa Perusahaan Alton dan OJSC tidak pernah tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai PT. BRN.

Selanjutnya, pada tahun 2009 sebelum dilaksanakannya tanda tangan kontrak, KSO BRN mengalihkan pekerjaan kepada PT. PI, termasuk penguasaan terhadap rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian imbalan (fee) kepada pihak PT. BRN.

Pada saat dilaksanakan tanda tangan kontrak pada tanggal 11 Juni 2009, pihak PLN belum mendapatkan pendanaan, dan mengetahui KSO BRN belum melengkapi persyaratan. Hingga sampai dengan berakhirnya waktu kontrak pada 28 Februari 2012, KSO BRN maupun PT. PI baru menyelesaikan 57% pekerjaan. Sampai amandemen kontrak yang ke 10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, KSO BRN maupun PT. PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, atau hanya mencapai 85,56%, karena alasan ketidakmampuan keuangan.

Namun demikian, diduga bahwa ada aliran atau transaksi keuangan dari rekening KSO BRN yang berasal dari pembayaran proyek ke para tersangka dan pihak lainnya secara tidak sah. Dimana KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp 323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan sebesar US$ 62,4 juta untuk pekerjaan Mechanical Electrical.

(hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads