Program mandatori bensin campur etanol 10% atau E10 ditargetkan berlaku pada tahun 2027. Namun, Asosiasi Produsen Spiritus dan Etanol Indonesia (Apsendo) membeberkan sejumlah kendala dalam mendukung program tersebut.
Ketua Umum Aspendo, Izmirta Rachman mengatakan, saat ini sudah ada lima perusahaan yang siap mendukung program E10. Empat perusahaan berlokasi di Pulau Jawa sebesar 50.500 kilo liter dan 1 perusahaan di Lampung dengan kapasitas 20.000 kilo liter, sehingga total kapasitasnya 70.500 kiloliter.
Namun ada enam tantangan yang dihadapi industri etanol dalam negeri. Pertama, pemanfaatan hasil produksi bioetanol fuel grade masih rendah. Kedua, bioetanol untuk bahan bakar masih termasuk barang kena cukai sehingga beban cukainya dibebankan ke konsumen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang pertama, pemanfaatan hasil produksi bioetanol fuel grade di Indonesia saat ini masih rendah serapannya. Kemudian yang kedua, bioetanol bahan bakar masih termasuk barang kena cukai, sehingga beban cukai Rp 20 ribu per liter itu dibebankan ke konsumen," ujarnya dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Izmirta juga menilai program mandatori bioetanol belum berjalan maksimal sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kemudian yang keempat, formula harga bioetanol untuk bahan bakar yang ditetapkan pemerintah belum mencapai keekonomian.
"Kami tidak ada insentif baik fiskal maupun non-fiskal, dilepas dengan mekanisme pasar atau B2B, sehingga serapannya masih rendah," tuturnya.
Kelima, penyerapan bahan baku kami, yaitu molasses, masih belum maksimal karena semua pabrik pengguna molasses itu berada di Pulau Jawa. Keenam, masih banyak impor bioetanol ke Indonesia karena kebijakan tarif yang tidak berimbang seperti dengan Pakistan.
"Kalau kami ekspor ke Pakistan, kami dikenakan bea minimal 50-90%, tapi kalau Pakistan masuk ke Indonesia, kami berikan tarif 0%," sebut Izmirta.
Oleh karena itu, ia menyarankan adanya optimalisasi penyerapan bioetanol berbahan baku molases di Pulau Jawa yang ada sekarang, yaitu 50.500 kiloliter dari produsen yang tersedia di Pulau Jawa. Kedua, penghapusan cukai pada bioetanol bahan bakar.
"Karena penerapan cukai, kalau nanti program biogasoline E10 berjalan, itu setara dengan 10% dari nilai cukainya, Rp 20.000, sehingga mungkin Pertamax Green yang baru mau diluncurkan, yang sudah jalan, yang walaupun volumenya kecil, itu akan menjadi kenaikan Rp 2.000 per liter," tutup dia.
Tonton juga video "Bahlil: Presiden Setuju BBM di Indonesia Campur Etanol 10%"
(kil/kil)










































