Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk menyusun Undang-Undang yang dapat mempercepat proses perizinan bagi perusahaan minyak dan gas (migas) untuk beroperasi.
Menurutnya Undang-Undang ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah perizinan dan birokrasi berbelit yang dirasakan oleh semua Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S). Termasuk di antaranya penerbitan izin lingkungan seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) hingga Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Di setiap K3S permasalahannya sama. Itu adalah nomor satu misalnya izin dibutuhkan PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan) ini dari Kementerian Kehutanan. Kemudian izin daripada Penetapan lokasi, kemudian Amdal, UKL-UPL, kemudian dan lain-lain," kata Djoko dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (12/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan menurutnya, selama ini tak jarang SKK Migas harus turun langsung mengurus dan membantu K3S atau perusahaan-perusahaan migas ini agar dapat segera mendapatkan izin. Ia mengaku sedikitnya dalam 1 tahun terakhir dirinya sudah menghadap 14 Menteri atau Wakil Menteri untuk mengurus perizinan operasional K3S.
"Selama setahun saya di SKK ini, sudah sedikitnya ada 14 Menteri dan Wamen yang kami menghadap untuk menyelesaikan perizinan. Mereka menjawab rata-rata, 'Pak Djoko kalau dokumennya sudah di meja saya, pasti saya taken over'. Tugas kami adalah menyelesaikan dokumen kelengkapannya," papar Djoko.
"Sebagai contoh saya ketemu Wamenhan untuk mengurus perizinan bahan peledak, karena seismik dan pengeboran untuk suruh K3S, itu memerlukan bahan peledak.
Kemudian kami kalau ada berbagai kementerian dan lembaga, saya menghadap Kepala KSP, Kepala Staf Presiden, kemudian saya menghadap Wamen Perdagangan untuk ekspor-import barang, Ini juga sangat menghambat pekerjaan dan delivery-nya," sambungnya.
Tak hanya Kementerian dan Lembaga, Djoko juga mengaku kerap bertemu dengan pihak kepolisian dan TNI untuk membantu penyelesaian masalah keamanan di kawasan operasional migas. Menunjukkan bagaimana dirinya harus berjumpa dengan banyak pihak untuk mengatasi berbagai masalah produksi migas yang ada.
Saya ketemu Kapolri juga, menghadap Kapolri dan Kasal karena banyak gangguan kegiatan di lapangan. Terakhir Petronas dan EMP di North Madura itu gangguannya cukup besar, nelayan 100 pakai golok dan sebagainya. Itu saya menghadap Kapolri dan Kasal, dan itu semua dilakukan oleh Kepala SKK untuk membantu," terangnya.
Karena beberapa hambatan khususnya dalam hal perizinan inilah, Djoko sangat menyarankan agar pemerintah atau DPR RI dapat membuat aturan khusus alias Lex Specialis yang dapat mempermudah proses birokrasi tersebut. Sebab selama ini tak jarang proses yang dibutuhkan untuk bisa mendapatkan izin dari satu Kementerian atau Lembaga bisa memakan waktu 6 bulan sampai 1 tahun.
"Untuk terkait Undang-Undang Migas itu kalau bisa ke depan semacam lex specialis, jadi untuk kegiatan hulu migas dianggap sudah disetujui lah, sudah mendapatkan izin, ini akan sangat membantu seperti zaman dulu, sehingga kita bisa berproduksi 1,6 juta barel," terangnya.
"Minimum kalaupun belum ada, Undang-Undang semacam Perpres atau Inpres yang mengatakan bahwa selama dokumen lengkap, sebulan Kementerian/Lembaga tidak memberikan persetujuan, dianggap setuju. Ini saja saya rasa sudah sangat membantu," pungkas Djoko.
Simak juga Video: Rapat di Komisi XII DPR, Bahlil Pamer PNBP Migas-Tambang Capai Target











































