Bagaimana awalnya?
Pantauan detikFinance, perbincangan uang elektronik berbasis server seperti GoPay dan Ovo sebagai riba mulai ramai dibicarakan sejak akhir tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi Riba nya bukan hanya karena ada saldo mengendap, Tapi KARNA ada saldo, maka dia BERHAK mendapat diskon," demikian bunyi simpulan unggahan tersebut seperti dikutip detikFinance, Kamis (21/3/2019).
Unggahan itu telah dibagikan sebanyak 46 kali dan telah direspons oleh 209 orang.
Unggahan serupa juga dibuat oleh akun Dr. Sufyan Baswedan, M.A. Dalam unggahannya ia melampirkan 5 buah foto berisi fatwa tentang haramnya diskon uang elektronik yang dikeluarkan oleh Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad. Unggahan tanggal 28 Agustus 2018 tersebut telah dibagikan sebanyak 817 kali dan direspons oleh 790 orang.
"Hukum memakai Go-Pay pada asalnya adalah Halal, asalkan tidak memakai atau mendapatkan potongan harga maupun tambahan manfaat lainnya, karena hal itu yang menjadikannya Riba," bunyi poin 4 fatwa tersebut.
Pandangan tersebut didasarkan pada anggapan bahwa diskon atau potongan harga pada uang elektronik dianggap sebagai manfaat tambahan yang timbul dari utang. Dan, setiap pinjaman yang mendatangkan manfaat bagi pemberi pinjaman hukumnya adalah riba.
"Akad top up Go-Pay adalah akad hutang seperti deposito uang di bank, maka diskon harga yang didapatkan konsumen adalah manfaat yang didapatkan dari menghutangi dan ini adalah riba," bunyi poin 3 fatwa tersebut.
Baca juga: Diskon Uang Elektronik Termasuk Riba? |
Berdasarkan PBI 20/2018, uang elektronik di Indonesia dibagi menjadi dua yakni uang elektronik berbasis chip. Uang elektronik jenis ini umumnya berbentuk kartu seperti e-money, flazz dan brizzi.
Jenis kedua yakni uang elektronik berbasis server. Uang elektronik jenis ini biasanya berbentuk aplikasi seperti GoPay, Ovo hingga LinkAja.
Tonton Juga "Mau Tutup, Central Departemen Store di Neo Soho Beri Diskon 90%":
(dna/das)