Jakarta -
Perkembangan industri keuangan berbasis teknologi atau fintech di Indonesia semakin pesat. Saat hampir semua orang punya ponsel pintar dan inklusi keuangan masih rendah, seakan menjadi pupuk bagi pertumbuhan fintech di tanah air.
Namun perkembangan industri fintech di tanah air sejak awal selalu menuai polemik. Mulai dari cara penagihan, nasabah yang kalap dan tak mampu bayar hingga perusahaan fintech abal-abal.
Belakangan ini muncul isu tentang banyaknya fintech ilegal yang berasal dari China. Mereka masuk ke Indonesia lantaran di negaranya aturan untuk fintech mulai diperketat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahayanya mereka datang ke Indonesia dengan mudahnya membuat aplikasi peminjaman tanpa mengurus izin. Berikut berita selengkapnya:
Para pelaku fintech asal China mulai menyebar ke seluruh dunia. Salah satu negara yang diinvasi adalah Indonesia.
Hal itu pun dibenarkan oleh para pelaku fintech tanah air. Mereka masuk ke Indonesia karena adanya pengetatan regulasi di negaranya.
Co-Founder dan COO Modalku Iwan Kurniawan menjelaskan fintech di China dalam beberapa tahun memang berkembang begitu masif. Sayangnya regulator di China terlambat untuk mengeluarkan regulasi.
"Fintech di China selama 11 tahun tanpa regulasi," ujarnya di Satrio Tower Building, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Dengan perkembangan yang begitu besar dan tanpa regulasi yang jelas, akibatnya banyak terjadi fraud di China. Untuk mengantisipasi imbas yang lebih jauh akhirnya regulator China membentuk regulasi yang begitu ketat.
Akhirnya mereka mencari pasar-pasar baru di negara lain termasuk di Indonesia. Iwan mengaku pihaknya tidak masalah dengan kehadiran fintech China di Indonesia.
Menurutnya perkembangan industri fintech di tanah air juga membutuhkan kehadiran pemain dari luar dengan membawa pengetahuan yang baru. Namun dia berharap mereka yang masuk RI harus mengikuti regulasi yang ada termasuk mendaftarkan diri di OJK.
"Jadi yang penting buat kami apakah mereka motivasinya baik atau tidak. Tujuannya make money saja atau ingin memberikan impact ke Indonesia," tuturnya.
Para pemain fintech asli Indonesia pun merasa khawatir dengan hadirnya fintech asal China. Mereka berharap seluruh pemain fintech yang masuk ke Indonesia mengikuti prosedur dan mendaftar ke OJK.
Co-Founder dan COO Modalku Iwan Kurniawan mengatakan, jika banyak dari fintech asing yang masuk secara ilegal akan membahayakan industri fintech tanah air. Sebab risiko terjadinya fraud akan semakin besar jika banyak pemain yang tidak ikuti aturan.
"Kalau misalkan belum daftar atau terizin jangan dong masuk ke Indonesia. Karena bisnis lending bukan jual barang biasa, ada risikonya. Bukan hanya risiko kredit tapi juga risiko operasional dan fraud dan ujung-ujungnya konsumer yang kena," ujarnya di Satrio Tower Building, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Iwan menjelaskan, jika banyak pemain fintech lending yang tidak mengikuti aturan seperti menerapkan bunga yang terlalu tinggi, potensi pembayaran macet semakin besar. Ujungnya sulit mengembalikan dan ke penanam modal.
"Itu bisa buat industri fintechnya kena citra yang jelek juga," tambahnya.
Dia berharap masyarakat hati-hati dalam memilih fintech. Menurutnya fintech-fintech yang sudah terdaftar di OJK adalah pilihan yang paling bijak.
Iwan menjelaskan, masuknya fintech China ke banyak negara termasuk Indonesia lantaran masifnya perkembangan fintech di sana. Sayangnya perkembangannya dibiarkan begitu saja tanpa adanya regulasi.
"Di China saat puncaknya itu pemainnya ada 5 ribu pemain. Sementara di kita masih belum terlalu heboh," tambahnya.
Industri keuangan online berbasis teknologi atau fintech berkembang cukup pesat di Indonesia. Hal itu terbukti dari hasil survei member tahunan yang dilakukan oleh Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech).
Menurut survei tersebut hingga 2018 jumlah anggota Aftech mencapai 178 start-up. Jumlah itu meningkat drastis sejak Aftech dibentuk pada 2016 yang pada awalnya berjumlah 6 anggota.
"Ini pertumbuhan yang cukup signifikan," kata Ketua Umum Aftech Niki Santo Luhur di Satrio Tower Bulding, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Total investasi sektor fintech di Indonesia pun dicatat meningkat 93% dibandingkan 2017. Hal itu membuktikan bahwa Indonesia adalah pasar fintech yang paling menarik di Asia Tenggara.
Jika dilihat berdasarkan jenisnya, untuk fintech pembiayaan atau pinjaman online, total penyaluran pinjaman di 2018 mencapai Rp 22,6 triliun yang berasal dari 207.507 pemberi pinjaman atau lender. Sedangkan jumlah peminjamnya di 2018 mencapai 4,35 juta nasabah.
Sementara untuk fintech pembayaran atau digital payment pada periode 2018 total transaksinya mencapai Rp 47 triliun. Sementara secara volume transaksinya mencapai 2,9 miliar transaksi selama 2018.
Halaman Selanjutnya
Halaman