Fintech sendiri memiliki beberapa kategori seperti fintech pinjaman atau lending, pembayaran, perencanaan keuangan, investasi ritel, pembiayaan, remitansi hingga riset keuangan.
Berdasarkan data Asosiasi Fintech Indonesia, mayoritas perusahaan fintech saat ini bergerak di bidang peer to peer lending (P2P) atau pinjaman langsung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, untuk fintech P2P ternyata juga bisa menjadi 'ladang uang' bagi masyarakat. Kok bisa?
Begini, dalam fintech P2P ada dua kelompok yang berperan penting. Yakni borrower dan lender. Borrower adalah orang yang meminjam uang dari fintech tersebut sedangkan lender adalah orang yang menyimpan uang di fintech, yang kemudian disalurkan ke borrower dan ia akan mendapatkan keuntungan dari penyimpanan uang tersebut.
Kali ini, detikcom akan mengupas bagaimana caranya 'panen uang' dengan menjadi lender di fintech peer to peer lending ini.
Baca juga: Ingat! Ini 127 Pinjol yang Berizin OJK |
Mengutip laman resmi sikapiuangmu.ojk.go.id yang boleh menjadi penyedia dana adalah warga negara Indonesia (WNI) atau warga negara Asing (WNA) baik perseorangan, badan hukum maupun lembaga internasional.
"Selain memudahkan akses pelaku usaha terhadap sumber pendanaan, kehadiran P2P lending juga membuka ruang alternatif investasi bagi pemberi pinjaman," tulis keterangan tersebut, dikutip Senin (14/10/2019).
Alternatif investasi ini sudah diatur dalam Peraturan OJK 77/POJK.01/026 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Sehingga pemberi pinjaman bisa menyalurkan dengan aman, karena dilindungi oleh regulator.
Dalam aturan itu juga disebutkan, layanan fintech ini harus memiliki perjanjian dan transparansi seperti jumlah dana yang dipinjamkan ke investor, tujuan pemanfaatan dana, besaran bunga pinjaman hingga jangka waktu pinjaman.
Imbal hasil yang didapatkan jika menjadi lender di peer to peer lending sekitar 14-20% per tahun. Imbal hasil diberikan tergantung risiko investasi yang disalurkan oleh P2P. Karena itu, lender diharapkan mempelajari dengan teliti terkait imbal hasil dan penyaluran dana.
Setiap investasi pasti memiliki risiko, termasuk investasi di P2P yang menyediakan banyak kemudahan. Misalnya, risiko kehilangan dana maupun penurunan kemampuan finansial baik yang diakibatkan oleh penyalahgunaan, penipuan, maupun force majeur dari setiap transaksi yang dilakukan.
"Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati dalam memilih calon peminjam dana. Pastikan dia memiliki reputasi yang baik, agar terhindar dari risiko gagal bayar serta penyalahgunaan dana atau fraud," jelas keterangan tersebut.
(kil/eds)