Mengendus Sarang Pinjol Abal-abal di Jakarta

Mengendus Sarang Pinjol Abal-abal di Jakarta

Danang Sugianto - detikFinance
Minggu, 26 Jan 2020 09:00 WIB
Foto: istimewa
Jakarta -

Surat bersifat imbauan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang sarang perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal mulai diikuti. DanaRupiah yang sebelumnya berkantor di wilayah yang terindikasi sarang pinjol ilegal sudah resmi pindah kantor.

Hari ini manajemen DanaRupiah melakukan peresmian kantor baru yang berlokasi di DBS Bank Tower. Acara ini pun turut dihadiri oleh OJK dan para pemangku kepentingan di industri Fintech Peer To Peer Lending (FP2PL).

Presiden Direktur DanaRupiah, Entjik S. Djafar mengatakan bahwa pihaknya melakukan pindah kantor juga untuk menunjang perkembangan bisnis perusahaan. Menurutnya seiring perkembangan perusahaan membutuhkan kantor yang lebih luas untuk menampung lebih banyak karyawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya sudah lama kami ingin pindah kantor karena perkembangan. Sudah sejak beberapa bulan lalu. Cuma karena harus renovasi dan sebagainya," ujarnya di DBS Bank Tower, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Entjik mengatakan bahwa perusahaannya memang sudah berniat untuk pindah kantor tanpa mengaitkan dengan imbauan OJK. Namun kantor DanaRupiah memang sebelumnya berada di wilayah yang terindikasi sarang pinjol ilegal di Jakarta Barat.

ADVERTISEMENT

Keberadaan pinjol ilegal yang bersarang di kawasan Jakarta Barat dan Utara pertama kali diendus OJK. OJK kemudian menyebar imbauan agar fintech alias pinjol itu tak berkantor di dua wilayah tersebut.

detikcom pun melakukan reportase ke salah satu kawasan yang disebut OJK sarang pinjol ilegal yaitu di Jakarta Barat.

lanjut ke halaman berikutnya

Di kantor lama DanaRupiah juga ada perusahaan FP2PL yang sudah terdaftar di OJK yakni Pinjam Yuk. Saat mendengar imbauan itu, perusahaan ini juga berniat untuk pindah markas.

"Pinjam Yuk selaku penyelenggara fintech p2p yang terdaftar dan diawasi oleh OJK, telah membaca dan merespons surat arahan dari OJK yang ditujukan kepada seluruh fintech terdaftar untuk segera melakukan pemindahan kantor dari lokasi di daerah Central Park atau APL Tower," kata Legal Manager Pinjam Yuk Syaichul Adha dalam keterangannya kepada detikcom

Pinjam Yuk terbilang baru di kantornya tersebut. Perusahaan baru menempati kantor di gedung itu sekitar 3 bulan yang lalu. Sebelumnya kantor Pinjam Yuk berada di Kebon Jeruk.

Di gedung yang didatangi detikcom itu sebenarnya ditemukan indikasi gedung itu merupakan sarang pinjol ilegal. Jangankan ilegal, FP2PL yang terdaftar dan berizin pun bisa dihitung jari.

Detikcom menemukan salah satu karyawan yang bekerja di perusahaan yang berkantor di gedung tersebut. Kebetulan juga dia mengetahui informasi tentang tenant-tenant yang menyewa kantor. Menurutnya sebenarnya banyak perusahaan fintech yang berkantor di tempat itu.

"Belakangan ini makin ramai banget. (Gedung) itu banyak banget fintech. Ada yang baru-baru itu. Malah di Desember kemarin itu ada 2-3 fintech baru yang masuk," ucap sumber tersebut.

Lalu kenapa namanya tidak tertera di papan daftar nama perusahaan gedung? Menurut sumber itu ada dua kemungkinan, belum diperbaharui atau memang sengaja disamarkan.

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK Hendrikus Passagi mengatakan, OJK justru mendapatkan informasi adanya sarang pinjol ilegal dari para perusahaan fintech juga yang sudah terdaftar dan berizin. Mereka beroperasi secara berkelompok dan senyap.

"Informasi dari sejumlah pengurus dan anggota AFPI serta pihak-pihak berkepentingan. Disinyalir terdapat sejumlah penyelenggara fintech lending tidak terdaftar dan atau berizin dari OJK yang beroperasi secara berkelompok namun terselubung dan sangat tersamar di beberapa wilayah, antara lain di wilayah CP dan PL," tuturnya.

lanjut ke halaman berikutnya

Hendrikus mengatakan, bahwa fintech ilegal yang dimaksud memang beroperasi sangat terselubung. Dia menyebutnya seperti siluman yang mencari mangsa.

"Mengingat fintech illegal dapat beroperasi seperti siluman dalam melakukan intimidasi kepada pengguna, dan dalam rangka perlindungan bagi masyarakat secara luas, maka langkah pencegahan sangat diperlukan. Sekaligus untuk menjaga kualitas dan reputasi fintech lending terdaftar dan atau berizin OJK," tuturnya.

Menurut OJK jika fintech legal berkantor di kedua wilayah itu dikhawatirkan akan mencoreng nama baik perusahaan. Bisa saja fintech tersebut dicap buruk juga oleh masyarakat.

Selain itu perusahaan pinjaman online (pinjol) resmi dan bodong sengaja dijauhkan agar menghindari potensi kerja sama offline antar keduanya. Sebab mereka yang ilegal disinyalir beroperasi secara terselubung.

"Langkah ini juga dimaksudkan untuk meminimalisir atau mencegah kemungkinan kerjasama secara offline antara 'oknum penyelenggara' fintech lending terdaftar atau berizin OJK dengan fintech lending illegal, yang memang jumlahnya masih terus bertambah. Karena belum tersedianya perundang-undangan yang dapat memberi sangsi pidana penjara atau pidana denda bagi penyelenggara fintech lending ilegal," tuturnya.

Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menjelaskan bahwa informasi itu berdasarkan analisa dari anggota AFPI. Mereka menelusuri lokasi pinjol ilegal itu dari media sosial tempat mereka memasarkan layanannya.

"AFP, ya kita menemukan beberapa pinjol ilegal itu berkampanye di sosial media seperti Instagram, itu kantornya memang di tempat-tempat tertentu. Itu memang ada, walaupun memang AFPI tidak memverifikasi, karena itu bukan wilayah kami," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Kus itu mengakui bahwa AFPI tidak melakukan verifikasi. Namun dari media sosial itu tertera alamat kantor dari para pinjol ilegal tersebut.

"Kami hanya memberikan informasi ini ke Satgas Waspada Investasi dan tujuan Satgas Waspada Investasi juga bukan untuk memverifikasi lokasinya, tapi untuk memverifikasi bahwa ini legal atau ilegal," tuturnya.

"Kalau ilegal dikirimkan ke Kominfo untuk di-takedown. Sejauh ini kan yang di-takedown itu di website, kalau di instagram, FB dll kami sedang mau bertemu dengan Instagram dan FB bagaimana strategi supaya jangan sampai IG dan FB jadi tempat kampanye fintech ilegal, itu juga kami akan komunikasi dengan mereka," tambahnya.

lanjut ke halaman berikutnya

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengaku tak tahu persis jumlah dari fintech ilegal di kawasan itu. Namun dia meyakini kebanyakan dari mereka berasal dari China.

"Ilegal dari China. Jumlah ilegal online data persisnya tidak hafal saya. Hanya beberapa case ilegal yang ditemukan berlokasi di kawasan tersebut," ucapnya.

Ujungnya, kantor dan lokasi perusahaan pinjol pun kini menjadi perhatian serius bagi OJK. Bahkan hal itu menjadi salah satu syarat bagi perusahaan fintech pembiayaan untuk mengajukan pendaftaran dan izin di OJK.

Ada 5 hal yang menjadi tolak ukur bagi OJK untuk menilai keseriusan perusahaan pinjol. Di antaranya kelembagaan, bisnis model, platform, cara menangani konsumen dan memastikan platformnya tidak digunakan untuk pencucian uang dan pendanaan teroris.

"Jadi kalau apply perizinan jangan pernah bermimpi kalau mengabaikan 5 area ini," kata Hendrikus.

Dia menjelaskan pada area pertama yakni kelembagaan. Di syarat itu OJK menilai dari sisi perangkat keras yang nampak dan perangkat lunak. Untuk hal yang nampak OJK melihat termasuk lokasi kantor.

"Antara lain kami ingin melihat gedungnya. Kalau gedung perkantoran itu bagi kami menunjukan keseriusan Anda. Kalau kantornya abal-abal, kami berpikir nggak serius kawan ini. Kalau nggak serius nanti gampang ganti-ganti (platform). Nanti yang di serang regulatornya," tambahnya.

Lokasi kantor, lanjut Hendrikus juga bisa untuk mengukur keseriusan penyelenggara pinjol dalam menjaga reputasi dan nama baik perusahaan.

"Ada pepatah do not judge the book by the cover, itu benar. Tapi di dunia keuangan menjaga trust itu cover buku dan isinya harus jelas, atau dengan kata lain maka penting bagi kami melihat penampilan fisik kalian dan bagaimana mekanisme dna kualitas orang-orangnya," tuturnya.



Simak Video "Kurangi Risiko Galbay, Score Credit Masuk ke Slip Gaji?"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads